TUGAS MATA KULIAH YOGA
HATHA
YOGA
PENDAHULUAN
Yoga berasal dari akar kata Yuj yang artinya menghubungkan. Dalam kamus besar Bahasa Sansekerta
kata Yuj dalam bentuk maskulin
berarti menjadikan sepasang atau bersatu. Yoga adalah penghubungan, pengaitan
atau persatuan jiwa individual dengan Beliau Yang Maha Esa, mutlak dan tak
terhingga. Secara horizontal yoga berarti menyatukan pikiran jiwa kita dalam keselarasan
yang alami. Secara vertical berarti menghubungkan/menyatukan kesadaran diri
kita dengan Tuhan , antara Jiwatman (spirit
individu) dengan Paratmatman (spirit
universal).
Yoga juga berarti mengikat kekuatan fisik seseorang,
menyeimbangkan, dan menguatkannya. Yoga di dalam demikian banyak pengertian,
akan tetapi maknanya berarti baik jalan maupun tujuan yang hendak dicapai, sama
seperti kata dhamma di dalam
buddhisme (bahasa Pallawa untuk Dharma).
Dengan mengumpulkan bersama serta memanfaatkan kekuatan kita melalui pemusatan
yang intense dari kepribadian, kita
memaksakan jalur ego yang sempit kepada kepribadian yang transcendent. Jiwa membebaskan dirinya dari belenggu raga jasmani
dan mencapai keberadaannya yang paling dalam. Yoga-yoga yang berbeda adalah
penerapan khusus dari disiplin yang di dalam yang menuju ke arah pembebasan
jiwa dan pemahaman baru mengenai persatuan dan arti kemanusiaan. Semua hal yang
berhubungan dengan disiplin ini disebut yoga dan kesempurnaan pada tingkat
manusia adalah kewajiban yang mesti dicapai melalui usaha yang sadar. Demikian
luasnya hal yang dicakup di dalam Hinduisme dan hal yang paling mencengangkan
adalah adanya kesamaan dan konsistensi antara yang dikatakan oleh salah satu disiplin
yoga dibandingkan dengan yang lainnya. Dan sungguh tepat pengandaian tentang
pendakian gunung dari berbagai arah dimana ketika sampai pada puncaknya kita
akan melihat pemandangan yang sama. (Mantik, 2007 : 69)
Ada juga menyamakan yoga dengan istilah lokal Yoga Semadhi
untuk menunjuk orang dengan pose “bertapa” . Ada pula yang membedakan yoga
dengan meditasi. Yoga dianggapnya bercirikan gerakan–gerakan fisik semacam
senam lantai sedangkan meditasi dianggap sebuah disiplin yang berdiri sendiri
yang berbeda dengan yoga. Namun dapat dijelaskna bahwa yoga merupakan satu
usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga
meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan pikiran,
dan membantu untuk mencapai keadaan supra sadar atau Nirwikalpa Samadhi.
Pelaksanaan yoga melepaskan keletihan badan dan
pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan yoga
adalah untuk mengajarkan cara atma
pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan atma tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari atma pribadi dengan purusa
tetinggi dipengaruhi oleh wrtti atau
pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya
seperti kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek
duniawi. Dengan pertumbuhan ini seseorang belajar hidup dalam tingkat kesadaran
yang lebih tinggi. Ini adalah suatu proses dimana batasan-batasan dan
ketidaksempurnaan individu dilebur sehingga menghasilkan kesadaran super.
Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek fisik, mental, intelektual,
emosional, dan spiritual.
Praktisi yoga
harus mengusahakan sikap hidup positif dalam rangka mengembangkan kesadaran
rohani mereka. Sikap hidup yang kondusif dalam menapaki jalan pencerahan jiwa
itu bertumpu pada kebenaran bahwa kita sesungguhnya anak-anak keabadian (amrta putra) dari satu orang tua ilahi
kita, the great god, Tuhan. Semua
ciptaan adalah emanasi dari satu prinsip ketuhanan yang sama dan karena itu
semua makhluk bersaudara.
Kita yang adalah anak-anak ilahi itu karena sebuah
“kecelakaan” telah tersesat jauh dalam dunia ini serta mengalami keadaan “lupa
diri” yang berkepanjangan. Kebanyakan dari kita sangat terlibat dalam masalah
dunia fana, jatuh cinta kepadanya dan bahkan telah hanyut bersamanya. Sensasi
kenikmatan duniawi telah menyandera kita dalam rantai samsara tak bertepi. Hukum kesementaraan berulang- ulang menerpa
hidup kita dibawah nikmat setetes kebahagian yang segera berakhir dalam terik
penderitaan. Kita pun telah melupakan dimana rumah sejati kita, tempat asal
dari mana kita datang. Dan pelajaran yoga
menunjukkan kepada kita sebuah rute alami perjalanan pulang kerumah sejati
tempat orang tua kita berada.
Yoga menghentikan modifikasi, gelombang atau
geraknya pikiran (chita). Penghentian
melalui meditasi atau konsentrasi. Rsi
Patanjali menempatkan pikiran atau chitta
sebagai suatu yang sangat penting untuk memahami diri menuju belenggu (bhanda), dan menuju kebebasan (kaiwalaya). Pikiran yang tidak disiplin
dalam arti sulit ditenangkan, selalu gusar, gelisah, cemas, dan merasa
tertekan. Yoga akan memberi tuntunan kepada orang tahap demi tahap,
mengendalikan dirinya untuk mengurangi dirinya, dan menghantarkan pada alam
ketenangan dan bersatu pada Tuhan. Pengendalian diri akan mempengaruhi
kebersihan chitta dan membawa orang menuju pelaksanaan yoga yang sempurna.
Untuk mampu mewujudkan itu, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan mampu
melaksanakan Hatha Yoga sebagai awal
untuk menuju ketahapan yang selanjutnya.
PEMBAHASAN
Hatha Yoga
Secara etimologi, Hatha Yoga
berasal dari suku kata ha dan tha yang berarti matahari dan bulan, prana dan apana. Di dalam Tantra dikatakan bahwa prana (yang bersemayam pada jantung)
menarik apana (yang berada pada muladara cakra, cakra paling bawah) dan sebaliknya apana menarik prana, bagaikan burung elang yang
terikat pada tali akan kembali ketika mau terbang jauh. Keduanya, melalui
ketidakcocokan diantara mereka, mencegah salah satunya untuk meninggalkan raga
jasmani, sebab ketika keduanya setuju untuk pergi, berarti kita mati. Persatuan
diantara keduanya didalam sumsumna
dan proses kearah itu disebut pranayama
dan ketika hal itu terjadi, Samadhi
sesungguhnya dicapai. Karena itulah, sesungguhnya hatha yoga adalah pengetahuan tentang azas hidup dan memakai
ungkapan ini untuk menjelaskan mengenai berbagai bentuk prana. Prana (asas hidup) di dalam raga
seseorang adalah bahagian dari nafas semesta. Karena itulah diupayakan untuk
menyeimbangkan asas hidup perseorangan, pinda atau vyasti pinda
dengan asas hidup atau nafas
kosmis, brahmanda atau samasti prana.
Hasilnya adalah jiwa raga yang kuat dan sehat. Harmonisasi dari nafas membantu
harmonisasi dari pikiran dan karena itu memudahkan
pemusatannya. (Mantik, 2007: 69-70). Jika
ditilik dari etimologi, tujuan dari hatha yoga adalah membentuk keselarasan
yang sempurna antara kedua aliran prana
ini. Ketika aliran-aliran ini telah seimbang secara sempurna, prana akan mulai mengalir dalam sumsumna, nadi yang paling penting pada tubuh jiwa. Dengan cara ini kesadaran
orang akan meluas dan ia akan mulai menempuh jalan pencerahan spiritual.
Sebenarnya, ini merupakan tujuan pokok dari semua cabang yoga tetapi hatha yoga itu adalah unik.
Secara praktek, Hatha Yoga
sebagian besar adalah olah jasmani dan di dalam disiplin ini (seperti juga di
dalam Tantra) diyakini bahwasanya
melalui hal yang bersifat fisik kita sesungguhnya bisa mengatur dan merubah
hal-hal yang bersifat halus/yang di dalam. (Mantik, 2007 : 69-70). Hatha Yoga berpengaruh atas badan
jasmani, dengan menggunakan disiplin jasmani sebagai alat untuk menggunakan
kemampuan rohaniahnya. Jalannya pernafasan dikendalikan dan sikap-sikap badan
yang sukar-sukar dibuat latihan supaya seperti seekor kuda yang diajari menurut
perintah penunggangnya, dalam hal ini penunggangnya adalah atman. (Sunetra, 2004; ……… )
Hatha Yoga adalah sebuah tahapan pendakian spiritual tahap awal
untuk mencapai tujuan yoga yaitu Samadhi.
Ajaran ini diturunkan oleh Dewa Siwa (Adhinata)
kepada Parwati. Secara sistemik, sebagaimana yang terdapat dalam Yoga Sutra
II.29, hatha yoga adalah bagian
integral dari Kriya Yoga. Kriya Yoga merupakan 8 tahapan yoga yang
lazim disebut Astangga Yoga,
kedelapan Astangga Yoga itu meliputi
: Yama, Niyama, Asana, Pranayama,
Pratyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi.
Empat tahapan awal (Yama, Niyama, Asana dan
Pranayama) disebut Hatha Yoga, sedangkan empat bagian setelahnya (Pratyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi) disebut Raja
Yoga.
Yama
Yama adalah pengendalian diri tingkat fisik dan psikis
(mental) untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yama merupakan perwujudan harmonisasi seorang yogi dengan
lingkungan sekitar. Yama terdiri dari atas lima perintah
dalam urutan yang berikut :
1.
Ahimsa
atau tanpa kekerasan. Jangan melukai
makhluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan, atau perkataan. Makna lainnya
adalah perlakukan pihak lain seperti engkau ingin diperlakukan sendiri. Siapa
pun yang bertemu dengan penganut ahimsa tidak akan menjumpai permusuhan atau
itikad yang kurang baik (Yoga Sutra
II.35).
2.
Satya
atau kebenaran dalam pikiran, perkataan
dan perbuatan, atau pantangan terhadap kepalsuan dan kecurangan dan penipuan.
Tiap orang mempercayai seorang yang terkenal dari kejujuran. Seorang yogi,
penganut kebenaran mendapat kepuasan dari apapun yang dipikirkan atau mungkin
akan dibicarakan atau dilakukan olehnya. Dengan demikian maka tindakannya
dikoordinasikan sepenuhnya dengan akibatnya (Yoga Sutra II.36).
3.
Asteya
atau pantang menginginkan sesuatu yang
bukan milik sendiri, jadi pantang mencuri. Pantang ini pun harus berlaku dalam
pikiran, perkataan dan perbuatan. Seorang yogin penganut asteya tidak merasa
kesulitan untuk memperoleh apapun yang dikehendaki olehnya : tidak ada
kekurangan baginya, seolah-olah semua emas dan intan sudah menjadi miliknya
(Yoga Sutra II. 37).
4.
Brahmacarya
atau pantang kenikmatan seksual; yang menghasilkan
kemampuan mempertahankan dan merawat kejantanannya (Yoga Sutra II.38).
5.
Aparigraha
atau pantang kemewahan; seorang yogin
harus hidup senang, tidak menghendaki banyak kemilikan; tidak memaksa diri
berlebihan dengan pantangan, tetapi juga tidak menginginkan kemewahan yang
melebihi apa yang diperlukan. (Yoga Sutra
II.39).
Kelima hal yang disebutkan di atas merupakan suatu
keharusan tanpa perkecualian. Patanjali menyebut kelima yama ini mahavrata atau sumpah besar, kaul-kaul
yang mengikat. Pelanggarannya tidak diperkenankan. Tidak ada alasan untuk
mengelakkannya. Alasan-alasan yang disalahgunakan untuk mengelakkannya adalah
dari empat macam yang mengenai jati
atau kedudukan pribadi, yang mengenai desa
atau tempat dan kediaman, yang mengenai kala
atau usia dan waktu, dan akhirnya mengenai samaya
atau perjanjian.
Rsi Patanjali mengatakan
bahwa kepatuhan pada kelima Yama
itu diwajibkan dan dipertahankan dalam tiap keadaan. Yama merupakan Kode Kelakuan Universal (sarvabhauma
mahavrata). Sifatnya bukan sebagai aturan mudah, yang dapat diselewengkan
dengan memakai bermacam-macam alasan (Yoga Sutra
II. 3). Kelima perintah agung diterima secara universal dan
tidak memerlukan penafsiran. Mereka merupakan kode alamiah untuk makhluk
manusia.
Niyama
Niyama
adalah perwujudan harmonisasi terhadap diri sendiri. Niyama adalah pengendalian diri lanjutan
setelah Yama, yang lebih menekankan
pada penguasaan dan pengendalian diri yang berimbang antara fisik, psikis
(mental) dan spiritual yang lebih mendalam. Menurut Yoga Sutra dari Rsi
Patanjali, Niyama urutannya sebagai berikut :
1. Sauca,
kebersihan lahir dan bathin. Seorang yang mahir dalam disiplin pembantu ini
lambat laun kurang mementingkan badan duniawi, dan kurang mencari kontak dengan
badan duniawi orang lain. Badan kita atau kontak dengan badan orang lain
membangkitkan nafsu-nafsu. Nafsu-nafsu mengakibatkan kekotoran. Kita harus
memiliki indera yang bersih, tetapi nafsu-nafsu yang bertentangan dengan
kebersihan harus dijauhkan. (Yoga Sutra
II.40)
Sauca
juga menganjurkan kebajikan yang berikut :
-
Sattvasuddhi
atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan.
-
Saumanasya
atau keriangan hati.
-
Ekagrata
atau pemusatan pikiran.
-
Indriyajaya
pengawasan nafsu-nafsu.
-
Atmadarsana
realisasi diri
Kelima kebajikan tersebut dicapai oleh seorang yogi dengan melaksanakan sauca atau kebersihan (pikiran,
perkataan, dan perbuatan) (Yoga Sutra
II. 41)
2. Santosa
atau kepuasan. Kebajikan ini menghantar kepada kesenangan yang tak terkatakan.
Sebaliknya ketidakpuasan mengakibatkan kegoncangan mental, sehingga apa yang
telah dicapai, dimiliki atau diwujudkan, kehilangan daya tariknya, dan
kegoncangan yang diakibatkan menimbulkan rantai penderitaan. Kepuasan timbul
dari kebiasaan untuk berterimakasih. Seorang yogi adalah seorang theis;
yang mengenal batas-batasnya pula; yang tidak pernah memuliakan diri terlalu
tinggi, dan karena itu ia tidak pernah merasa kecewa. Seorang yogi adalah aktivitas yang dipribadikan
dan karena itu kepuasannya tidak menjadikannya pasif, kepuasannya membantunya dalam
usaha-usaha baru. Dalam kepuasannya terlihat semacam kesenangan transendent (Yoga Sutra II. 42).
3. Tapa atau
keseluruhan. Tapa ini menghasilkan
pemenuhan semua kebutuhan badan dan alat-alatnya. Melalui kesengsaraan dan
pantangan, badan menjadi kuat dan bebas dari noda-noda (Yoga Sutra II. 43)
4. Svadhyaya atau
mempelajari sendiri buku-buku suci, pengulangannya atau japa suku
kata suci A-U-M (OM) dan penilaian diri. Svadhyaya
mendekatkan seorang kepada ketuhanan dan pemenuhan keinginan. Ingatlah bahwa "seorang
menjadi apa yang dipelajari olehnya, apa yang direnungkan olehnya dan apa yang
dipuja olehya”.
Hal ini dikenal sebagai Istadevata Samprayogah,
atau persatuan dengan apa yang dicita-citakan (Yoga Sutra II.44).
5. Isvarapranidhana atau
penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan. Isvarapranidhana
mengantar untuk mencapai Samadhi, keadaan supra-sadar transendent (Yoga Sutra II. 45).
Asana
Asana berarti sikap tubuh yang enak
dilakukan. Tekanan lembut dari sikap asana
yang dilakukan dengan tenang dalam jangka waktu tertentu, memperbaiki cairan
hormon yang mengakibatkan keseimbangan hormon, meningkatkan kesehatan fisik dan
mental. Asana dalam aspek setiap fisik manusia
tidak saja membuat kerja kelenjar tetapi juga membuat otot-otot giat dan
santai, begitu pula dengan sistem saraf, menstimulir sirkulasi, mengendurkan
otot dan memussatkan pikiran. Selama masa latihan asana, tenaga lebih banyak
dikumpulkan daripada dipergunakan. Secara bertahap tubuh, setelah tubuh
terbiasa dengan latihan yang lentur dan menyantaikan, maka semua aktifitas
fisik merupakan bagian dari asana, dilakukan dengan lancar, halus, disertai
dengan nafas yang dalam sehingga tubuh
mendapatkan banyak oksigen dan pikiran menjadi tenang dan terkendali.
Dalam
asana terdapat perbedaan latihan yoga
dan latihan fisik lainnya. Gerak badan dan senam lebih mengembangkan otot
dengan jalan menggerak-gerakkannya, mereka mengutamakan gerakan dan biasanya
gerakan-gerakkan meregang dan berkontraksi dengan kuat dan dilakukan dengan
cepat secara bergantian. Latihan-latihan yang berulang ini biasanya gerakkannya
semakin sulit dan bersifat persaingan dan ketegangan yang diakibatkannya
menstimulir pengeluaran adrenalin dari kelenjar adrenal yang “mendorong” tubuh
bahkan lebih keras. Meskipun aktivitas yang memerlukan kekuatan ini dapat
menambah bentuk dan kekuatan otot, dan melancarkan sirkulasi, namun sama sekali
tidak memperhatikan sistem endokrin yang seperti kita ketahui sangat penting
bagi ketenangan mental dan kesehatan fisik. Kedua macam latihan diatas perlu
untuk keseimbangan tubuh dan harus dilakukan.
Dalam
gerakan asana yang menekuk dan
meregang pembuluh darah sehingga menjadi elastis, dan mencegahnya terhadap
pengerasan dan sekatan yang disebabkan racun-racun yang membahayakan. Pembuluh
darah yang elastis menyebabkan tekanan yang benar terhadap detak jantung dan
dengan demikian darah mengalir dengan stabil. Aliran darah yang satbil ini,
memberi suplai yang merata ke seluruh tubuh, peredaran darah yang giat memberi
gizi dan oksigen yang memadai pada semua jaringan dan membuang racun-racun yang
membahayakan, sehingga membuat jaringan-jaringan tubuh bekerja dengan sempurna.
Asana dapat dilakukan dengan
melaksanakan latihan secara wajar dan tidak memaksakan diri. Gerakan-gerakan asana dilakukan dengan sikap yang enak
dan orang yang melakukan gerakan asana, gerakan dipertahankan semampu
mungkin. Didalam Asana tidak ada ketegangan. Latihan yang berlebihan akan
mengakibatkan luka yang membuat seseorang tidak dapat meneruskan latihan dalam
waktu yang lama. Orang tua atau mereka yang tidak terbiasa dengan latihan
setiap hari harus berlatih dengan bertahap. Apabila dalam melakukan asana
merasa sakit sedikit saja, segeralah berhenti dan rileks sampai sembuh. Apabila
asana dilakukan dengan baik, maka di
akhir latihan tubuh akan terasa segar, bukannya lelah. Latihan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh, hati-hati dan konsisten dalam jangka waktu singkat maka tubuh
akan merasakan bertambahnya tenaga, kelenturan dan energi.
Rsi Patanjali berpendapat
bahwa sikap manapun untuk menguasai pikiran, yang tidak terlalu memaksa anggota
badan, dan yang dapat dipertahankan cukup lama oleh seorang yogi, adalah baik
baginya. Dengan bertolak dari kondisi ini, seorang yogi harus menentukan
sendiri sikap mana yang cocok untuk
tujuannya. Jadi tak ada sikap yang diwajibkan dan yang diharuskan bagi semua
orang sebagai aturan umum. Seorang yogi harus mengambil keputusan sendiri
menurut bentuk tubuhnya, jenis ototnya terutama dalam anggota bawah badan
berapa lamanya ia ingin mempertahankan suatu sikap dan faktor-faktor lain yang
serupa. Rsi Patanjali memberikan
dalam hubungan ini hanya tiga sutra
yang selanjutnya disebut Sadhana
Pada yaitu :
Sthira sukham - asanam (Yoga Sutra II. 46)
Prayatna – Saithilya - ananta
samapattibhyam (Yoga
Sutra II. 47)
Tato dvandva – anabhighatah (Yoga Sutra II. 48)
Rsi Patanjali menganggap
tiap asana sebagai sukhasana (asana yang menyenangkan), yang tidak memaksa dan membantu untuk
menstabilkan badan dan pikiran. Istilah sthira
berarti stabil, tetap, tanpa keragu-raguan, tanpa paksaan, tanpa ketegangan
(Yoga Sutra II. 46). Dalam
sutra yang berikut istilah itu dijelaskan lebih lanjut sebagai prayatna saithilya yang berarti suatu
keadaan atau kondisi yang tidak memerlukan pengerahan kekuatan khusus, badan
mengambil sikap tanpa bergerak dan dikuasai penuh (Yoga Sutra II. 47). Kemudian
ada dua perkataan lain : Ananta sama
pattibhyam yang sering menimbulkan salah faham. Perkataan ini tidak berarti
bahwa seorang dapat mengambil sikap-sikap hanya dengan mengamati sikap burung
dan binatang lain. Bentuk badan makhluk itu berlainan dan khusus. Manusia
adalah manusia dan merak adalah merak.
Yoga gerak (Yoga Asana) baik
pula untuk penyesuaian diri pada perubahan-perubahan lingkungan. Seorang harus
bebas dari pengaruh lingkungan, ia harus dapat menahan perubahan hawa yang
kadang-kadang panas, dingin, lembab atau kering dan tetap tenang terhadap
keadaan dingin dan panas, sakit dan senang. Pasangan-pasangan demikian dikenal
sebagai dvandva dan seorang yogin
harus tidak menghiraukan pertentangan atau dvanda
itu. Pendirian yang acuh tak acuh itu dikenal sebagai dvandva- anabhigata (Yoga
Sutra II. 48)
Latihan
asana dapat dilakukan di dalam
ruangan yang cukup dengan udara, tetapi tidak boleh ada angin kencang yang
langsung menerpa tubuh untuk menghindari ketegangan otot, kekakuan dan rasa
tidak enak lainnya disebabkan oleh angin. Latihan asana
juga dapat dilakukan diatas matras atau selimut, tidak diatas lantai. Tempat
latihan asana harus rapi dan bersih, bebas dari debu, asap-asap rokok, bebas
dari kerikil dan lainnya.
Dalam hubungan ini dikatakan dalam
Sruti:
Kecerdasan yang membedakan dengan tegas dan
budi
yang tetap dapat tercapaioleh orang bijaksana
yang
melatih
dalam gua gunung dan berdekatan dengan sungai dan laut.
Sebelum
melakukan latihan Yoga Asana
sebaiknya mengambil sikap Pavanamuktasasanas
atau disebut dengan pemanasan. Gerakan Pavanamuktasanas dilakukan selama ± 10
menit. Gerakan yang dilakukan pada saat Pavanamuktasanas
seperti menggelengkan kepala, memutar kepala, menarik paha dengan kedua tangan,
merentangkan kaki satu persatu, dari gerakan-gerakan pemanasan ini dilakukan
dari kepala sampai dengan kaki yang berfungsi sebagai melemaskan bagian
tangan,kepala,kaki, pinggang, dan panggul. Gerakan dari Pavanamuktasanas berfungsi untuk melancarkan peredaran darah.
Pose
dalam Asana
1. Pose Berdiri Di Atas Bahu (Sarvanga Asana)
Untuk latihan asana ini anda
berbaring lalu mengangkat pinggang dan menyokongnya dari dengan tangan
angkatlah seluruh tubuh dan usahakan lurus, letakkan berat tubuh diatas bahu.
Dagu harus menyentuh dada, Jari-jari kaki harus menempel, mata melihat kearah
ujung jari kaki, setiap kali sampai lima menit.
2. Pose
Ikan (Matsyamudra Asana)
Gerakan ini dilakukan dengan cara
berbaringlah dalam sikap padmasana.
Letakkan puncak kepala ke lantai dan peganglah kedua ibu jari kaki dengan
tangan. Latihlah tiga kali. Jangka waktu maksimum untuk berlatih adalah dua
setengah menit.
3. Pose Putaran (Matsyendra Asana)
Tekan Muladhara cakra dengan tumit
kaki kiri. Silangkan kaki kiri kepaha kanan dan tahanlah. Pegang ibu jari kaki
kiri dengan tangan kanan dan tahan. Capailah bagian belakang dari sebelah kiri
dengan tangan kiri dan menyentuh pusar. Menengok ke kiri sejauh mungkin.
Kemudian tekan Muladhara cakra dengan
tumit kiri dan lakukan proses sebaliknya. Ini merupakan satu putaran. Lakukan
empat putaran dalam setiap putaran lamanya setengah menit.
4. Pose
Perahu (Dhanur Asana)
Untuk sikap ini bertiaraplah.
Luruskan lengan dan tangan diatas kepala, luruskanlah pula kaki diujung yang
bertentangan, kaki menyentuh kaki, lutut menyentuh lutut, tangan menyentuh
tangan, badan lurus selururhnya. Kini bawalah lengan dan tangan kebelakang,
angkatlah kaki dan peganglah kedua pergelangan kaki setinggi mungkin, pada
waktu yang sama bengkokkanlah bagian muka badan, seolah-olah anda ingin
menyentuh tapak kaki dengan belakang kepala.
5. Pose Mencium Kedua Lutut (Pascimottana Asana)
Berbaring terlentang dan julurkan
lengan belakang dekat dengan telinga sambil menghembuskan nafas bangkit dan
letakkan muka diantara lutut. Kaki harus tetap lurus. Peganglah kedua ibu jari
kaki dan bertahanlah selama 5 sampai 7 detik. Lakukan sambil menarik nafas.
Lakukan delapan kali.
6. Pose
Bajak (Hala Asana)
Lakukanlah pose seperti berdiri
diatas bahu (sarvangasana)
pelan-pelan tarik kaki ke belakang dan julurkan sejauh mungkin. Biarkan semua
jari kaki menyentuh tanah. Tangan diletakkan disisi tubuh seperti pada posisi
berbaring. Lamanya seperti dalam sarvanga
asana.
7. Pose Lotus (Padma Asana)
Silangkan kaki kiri diatas paha
kanan dan kaki kanan diatas paha kiri. Usahakan tulang belakang dalam posisi
tegak lurus.
8. Pose Belalang (Salabha Asana)
Lakukan gerakkan ini dengan
berbaring diatas dada. Tarik tangan belakang dengan telapak menghadap keatas.
Angkat tubuh dan pinggang, telapak tangan digenggam. Tahan selama setengah
menit. Lakukan berulang-ulang.
9. Pose Kepala Sapi (Gomukha Asana)
Duduk dan julurkan kaki kedepan.
Letakkan kaki kanan diatas pantat kiri, setelah itu letakkan kaki kiri
menyilang paha kanan dan letakkan jari-jari kaki diatas pantat kanan. Letakkan
tangan kiri pada tulang belakang. Kemudian tangan kanan melalui bahu kanan
menggenggam jari tangan kiri. Tahan selama setengah menit. Lakukan hal yang
sama dengan kaki kiri dibawah kaki kanan. Ini merupakan putaran. Lakukan empat
putaran.
Pranayama
Pranayama terdiri dari 2 buah kata dalam bahasa Sansekrta yaitu prana dan yama. Prana
merupakan kekuatan yang sangat penting atau utama yang meliputi seluruh kosmos.
Prana berada dalam segala makhluk, ia
ada pada batu, serangga, binatang, dan manusia. Meskipun berhubungan dekat
dengan udara yang kita hirup, tapi prana
sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang sama. Prana lebih halus daripada udara dan dapat diartikan sebagai energi
pokok yang ada dalam segala sesuatu di alam semesta ini. Sementara itu, Yama berarti
"mengendalikan". Pranayama dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian teknik yang merangsang dan meningkatkan
energi yang sangat penting, pada akhirnya menimbulkan pengendalian yang
sempurna pada aliran prana dalam
tubuh. (Sarasvati, 2002 : 301)
Definisi pranayama dalam Yoga Sutra karya Rsi Patanjali adalah "Tasmin
sati svasaprasvasayor gativicchedaḥ praṇayamaḥ" yang bermakna pengaturan
nafas atau pengendalian terhadap prana
adalah penghentian dari penghirupan dan penghembusan nafas yang mengikuti
setelah memastikan teguhnya sikap duduk. Kata svasa berarti
menarik nafas, prasvasa berarti
penghembusan nafas. Praṇayama menurut
Bhagawad Gita IV. 29 ialah “apane
juhvati pranam pranam prane panam tatha pare praṇapagati ruddhva praṇayamaparayanah" yang
berarti ; yang lain mempersembahkan prana (nafas keluar) dan apana ( nafas
masuk) dan apana di
dalam prana, dan dengan penahanan
aliran prana dan apana,
diserap dalam pranayama.
Pranayama
hendaknya jangan dianggap sebagai latihan-latihan
pernafasan belaka, yang diarahkan pada masuknya oksigen tambahan ke dalam paru-paru, meskipun tentu saja ini
merupakan aspek yang sangat bermanfaat. Pranayama
menggunakan pernafasan untuk mempengaruhi aliran prana dalam saluran prana (nadi) dari kumpulan
kekuatan hidup (pranamaya kosa). Tapi lebih daripada itu, dalam pandangan yoga Pranayama
merupakan yadnya yang
berharga (persembahan) berupa nafas kepada sang
pemberi nafas.
Secara tradisional, prana dalam tubuh dibagi menjadi lima
bagian dasar yang dikenal secara bersama dengan panca prana (lima prana).
Panca prana terdiri
dari :
- Prana
Prana bukan
merupakan prana yang menyeluruh
tetapiu termasuk bagian tubuh khusus yang terletak pada daerah diantara pangkal
tenggorokan dengan bagian atas sekat rongga badan antara dada dan perut. Ini dihubungkan
dengan alat-alat pernafasan, alat-alat bicara, dan
kerongkongan, bersama dengan otot – otot dan syaraf yang mengaktifkannya. Ini
merupakan kekuatan dimana nafas ditarik ke dalam.
- Apana
Apana terletak
di bawah daerah pusar dan menyediakan energi untuk usus-usus besar, ginjal, dubur, dan alat kelamin. Ia
terkait dengan pengeluaran prana
tersebut melalui dubur dan hidung serta mulut.
- Samana
Samana ini
mengenai daerah antara jantung dan pusar. Ini mengaktifkan dan mengatur
jaringan pencernaan: hati, usus, pankreas,
perut dan
semua sekresi yang diberikan. Samana juga
mengaktifkan jantung dan sistem peredaran. Ini bertanggung jawab terhadap asimilasi bahan-bahan gizi.
- Udana
Tubuh di
atas pangkal tenggorokan diatur oleh udana. Dengan
demikian mata, hidung, telinga, dan semua alat pañca indera diaktifkan oleh prana
ini. Tanpa udāna kita tidak akan mampu berpikir atau mengetahui dunia luar.
- Vyana
Kekuatan
vital ini meliputi seluruh tubuh. Vyana
mengatur dan mengendalikan semua gerakan tubuh dan menyelaraskan kekuatan vital
lainnya. Vyana
menyerasikan dan mengaktifkan anggota
badan, otot-ototnya yang luar biasa,
jaringan pengikat, syaraf, dan persendian. Kekuatan ini juga bertanggung jawab
terhadap sikap badan yang tegak. (Sarasvati, 2002 : 303)
Bentuk-bentuk Pranayama
Pranayama
dianggap lama atau halus sesuai dengan tiga komponen, yaitu eksternal,
internal, dan kemantapan. Proses
penahanan nafas dirubah oleh pengaturan dari ruang, waktu dan jumlah. Bila
nafas dikeluarkan, itulah adalah recaka,
jenis praṇayama yang
pertama. Bila nafas ditarik, ini yang kedua, yang disebut sebagai puraka. Bila
ia ditahan, ini merupakan jenis yang ketiga yang disebut kumbhaka. Kumbhaka
merupakan penyimpanan atau penahanan nafas, yang dapat meningkatkan periode
kehidupan. Ia memperbesar kekuatan
spiritual bathin, keberanian dan vitalitas. Bila menahan nafas selama satu
menit, satu menit ini ditambahkan pada jangka
waktu kehidupan. Para Yogi dengan penarikan nafas
pada brahmarandhra puncak kepala dan
dengan menjaganya tetap disana, mampu mengalahkan Dewa Yama(dewa kematian), dan dapat menaklukan
kematian. Chang Dev yang hidup selama 1400 tahun melakukan olah nafas melalui
sistem kumbhaka. Setiap gerakan dalam
pranayama ini
yaitu : recaka, puraka dan kumbhaka, diatur oleh ruang, waktu dan
jumlah. Dengan ruang maksudnya di dalam maupun di luar tubuh dan panjang
tertentu dari nafas, dan juga bila prana
dilakukan pada bagian tubuh tertentu. Selama penghembusan nafas, jarak hembusan
nafas tersebut berbeda-beda
bagi masing-masing pribadi. Demikian pula
jarak pada waktu melakukan penghirupan nafas. Panjangnya nafas bervariasi
sesuai dengan tattva yang
meresapinya. Panjang nafas masing – masing adalah 12, 16, 4, 8, 0, lebar jari
sesuai denagn tattva-nya, apakah prthivi, apah, teja, vayu ataukah
akasa (bumi,
air, api, udara, atau ether). Ini akan kembali keluar selama penghembusan nafas
dan ke dalam selama penarikan
nafas.
Waktu dalam durasi dari masing-masing hal ini, yang umumnya
dihitung dengan matra, yang
berhubungan dengan satu detik. Matra berarti
ukuran. Dengan waktu juga berarti berapa lama prana harus ditetapkan pada sentra-sentra
atau bagian-bagian tertentu. Jumlah
mengacu pada jumlah waktu pranayama
dilaksanakan. Para murid Yoga secara perlahan harus melakukan sejumlah pranayāma hingga
80 kali dalam waktu satu kali duduk. Dia harus melakukan 4 kali duduk, yaitu di
pagi hari, siang, malam dan tengah malam, dan harus melakukan pranayama sebanyak
320 kali secara keseluruhannya. Hasil yang dicapai dalam melakukan pranayama adalah udghaṭa atau pembangkitan kundalini yang
sedang tidur. Tujuan pokok pranayama adalah
menyatukan prana dengan apaṇa dan
membawa penyatuan prāṇāyāma ini
secara perlahan naik menuju kepala. Kundalini adalah
sumber dari daya – daya occultisme (kekuatan gaib). Pranayama itu
panjang atau pendek sesuai dengan periode waktu pelaksanaannya. Ibarat air,
yang dituangkan ke dalam panic yang panas, yang mengkerutkan semua sisinya
karena mongering, demikian juga halnya dengan udara, yang bergerak keluar masuk
berkurang gerakannya dengan usaha penahanan (kumbhaka)
yang kuat serta menghentikannya di dalam. Tempat kumbhaka terdiri dari tempat-tempat
penarikan dan penghembusan nafas baik internal maupun eksternal yang di pakai
bersama- sama, sebab fungsi nafas dapat dilakukan di kedua tempat ini.
Spesifikasi dari tiga jenis pengaturan nafas oleh ketiga hal yaitu: waktu,
ruang dan jumlah, hanya merupakan pilihan saja. Mengenai pelaksaan yang
dilakukan secar kolektif, hai itu tidak dapat dipahami, karena dalam banyak smrti kita
hanya mendapatkan uraian tentang spesifikasi dengan mengacu pada penagturan
nafas adalah mengenai waktu.
Yang keempat adalah panahanan prana dengan mengarahkan pada obyek-obyek eksternal maupun
internal, “Bāhyābhyantara viṣayākṣepī
caturthaḥ” (Yoga Sutra II.51). Pranayama jenis
ketiga yang diuraikan dalam sutra 50 dari
Yoga Sutra, hanya
dilakukan sampai udghta pertama
di nilai. Pranayama keempat
ini merupakan kelanjutannya. Ia
menyangkut masalah pemusatan prana
dalam berbagai macam simpul dan menggunakannya pelan-pelan, setahap demi setahap
setingkat demi setingkat menuju padma terakhir di kepala, tempat terjadinya samadhi yang
sempurna. Ini merupakan kejadian internal. Secara eksternal ia mempertimbangkan
panjangnya nafas sesuai dengan tattva
yang umumnya berlaku. Prana dapat
diuraikan baik internal maupun eksternal. Dengan penguasaan secara bertahap
ketiga jenis pranayama
pendahuluan, jenis keempat akan mengikutinya. Pada jenis pranayama yang
ketiga, lingkupnya tidak masuk pertimbangan. Penghentian nafas terjadi dengan
satu usaha dan kemudian diukur oleh ruang, waktu dan jumlah, sehingga menjadi dirgha
(panjang) dan suksma
(halus). Bagaimanapun juga, dalam variasi keempat, lingkup penghembusan dan
penghirupan nafas dipastikan. Kondisi yang berbeda akan dikuasai kelak. Variasi
yang keempat ini tidak dilakukan sekaligus dengan usaha tunggal seperti yang
ketiga. Sebaliknya ia akan mencapai keadaan sempurna yang berbeda-beda, sebagaimana yang sedang
terjadi. Setelah satu tahap dikuasai, tahap berikutnya dipergunakan dan
dilakukan. Kemudaian ia kana terjadi secara berurutan. Yang ketiga tidak
didahului dengan pengukuran dan disempurnakan dengan usaha tunggal.
Bagaimanapun, yang keempat didahului oeleh pengetahuan tentang pengukuran, dan
disempurnakan dengan banyak usaha. Hanya inilah satu-satunya perbedaanyang ada.
Kondisi waktu, ruang dan jumlah ini juga sesuai dengan jenis pranayama.
Kekuataan gaib tertentu berkembang dengan sendirinya dalam setiap kemajuan.
Pranayama dan proses kehidupan
Rentang
hidup manusia banyak tergantung pada caranya bernafas. Seseorang yang bernafas
pendek, cepat menghembuskan nafas mungkin akan berumur lebih pendek daripada
orang yang bernafas dengan perlahan dan dalam. Para yogi kuno mengukur rentang
hidup seseorang, bukan bertahun-tahun
tetapi melalui jumlah nafasnya. Mereka menganggap bahwa setiap orang diberikan
jumlah pernafasan tertentu dalam hidupnya, yang berbeda pada setiap orang.
Dengan membuat setiap pernafasan lebih panjang, seseorang akan hidup lama. Melalui pernafasan secara mendalam
seseorang akan mampu mendapatkan kekuatan hidup yang lebih atau prana dari setiap pernafasan.
Para
yogi kuno hidup dalam hutan dan daerah-daerah
sepi. Mereka tidak mempunyai tanggung jawab atau gangguan dari luar dan mampu
mempelajari binatang-binatang
luar secara terperinci. Mereka memperhatikan bahwa binatang-binatang dengan laju
pernafasan yang cepat, seperti burung, anjing, kelinci, dan lain-lain, hanya hidup beberapa tahun.
Dari pengamatan ini mereka menyadari pentingnya pernafasan yang pelan.
Pernafasan secara langsung berhubungan dengan jantung. Pernafasan yang pelan
terjadi pada jantung yang berdenyut pelan, dan jantung yang berdenyut pelan
mengakibatkan hidup lama.
Bila
seseorang mengendalikan nafas atau prana,
pikirannya juga terkendalikan. Mereka yang telah mampu mengendalikan pikirannya
juga dapat mengendalikan nafasnya. Bila yang satu ditunda, maka yang lainnya
juga akan tertunda. Bila pikiran dan prana,
keduanya dikendalikan, maka seseorang akan mendapatkan pembebasan dari siklus
kelahiran dan kematian dan mencapai keabadian. Ada hubungan yang erat antara
pikiran, prana dan sperma. Bila
seseorang mampu mengendalikan energi seminal, pikiran dan prana juga akan ikut terkendalikan. Mereka yang melatih prāṇāyāma akan mempunyai nafsu makan
yang baik, penuh keceriaan, sosok yang menawan, tangkas, berani, antusias,
kesehatan yang prima dan vitalitas serta konsentrasi pikiran yang baik. Lebih lanjut Svami Sivananda
dalam bukunya yang berjudul "The
Science of Pranayama" menyatakan bahwa ada suatu hubungan antara
nafas, arus syaraf dan pengaturan prana dari dalam atau kekuatan-kekuatan
vital. Prana menjadi terlibat pada bidang fisik sebagai gerakan dan tindakan,
serta pada bidang mental sebagai pikiran. Pranayama merupakan cara dimana
seorang yogi mencoba menyadari tubuhnya yang kecil dengan seluruh kehidupan
kosmos, dan mencoba mencapai kesempurnaan dengan mendapatkan seluruh kekuatan
semesta.
Pernafasan adalah hal penting, mengingat manusia tidak dapat hidup tanpa
bernafas. Namun sebagian besar dari kita sering bernafas dengan keliru, hanya
menggunakan sebagian kecil dari kemampuan paru-paru sehingga nafas kita menjadi
pendek. Sains modern mengklasifikasikan proses pernafasan menjadi 2 yaitu
pernafasan perut (pernafasan diafragmatik) dan pernafasan dada (pernafasan
thorasik) .Dengan menggabungkan jenis–jenis pernafasan
ini, adalah mungkin untuk menghirup jumlah udara yang optimal ke dalam paru –
paru dan juga menghembuskan sisa udara yang maksimal. Jenis pernafasan ini,
yang merupakan cara setiap orang bagaimana seharusnya bernafas, disebut
pernafasan sempurna atau yoga. Pernafasan ini dilakukan sebagai berikut:
tariklah nafas dengan pertama mengembangkan perut kemudian dada dalam satu
gerakan yang pelan dan tenang sampai jumlah udara maksimalditarik ke dalam paru
– paru. Hembuskanlah nafas dengan pertama mengendurkan dada kemudian perut.
Akhirnya, tekanlah konsentrasi otot – otot perut, sehingga jumlah udara maksimal
dihembuskan dari paru – paru. Seluruh gerakan dari perut ke dada dan dari dada
ke perut harus sangat halus, hampir seperti
sebuah lambaian. Cara yang sama harus disertakan untuk setiap
penghembusan dan penarikan nafas. Pertama – tama, karena kurangnya latihan,
harus melakukannya dengan sadar selama beberapa menit setiap hari, tepatnya
sebelum memulai prāṇāyāma. Akhirnya, proses tersebut akan menjadi otomatis dan
harus dilakukan sepanjang hari. Perubahan pada seluruh kehidupan akan sangat
baik untuk dilihat.
SIMPULAN
Hatha Yoga adalah tahapan awal sebelum
menuju tahapan Raja Yoga. Peranan Hatha Yoga lebih menitikberatkan pada olah
jasmani (tubuh dan nafas). Hatha Yoga
meliputi 4 tahapan yaitu : Yama, Niyama, Asana
dan Pranayama.
Yama adalah pengendalian diri tingkat fisik dan psikis
(mental) untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yama merupakan perwujudan harmonisasi seorang yogi dengan
lingkungan sekitar. Yama meliputi 5
prinsip disiplin yang meliputi : Ahimsa,
Satya, Asteya, Brahmacarya dan Aparigraha.
Niyama
adalah perwujudan harmonisasi terhadap diri sendiri. Niyama adalah pengendalian diri lanjutan
setelah Yama, yang lebih menekankan
pada penguasaan dan pengendalian diri yang berimbang antara fisik, psikis
(mental) dan spiritual yang lebih mendalam. Yama meliputi 5 prinsip disiplin
yang meliputi : Sauca, Santosa, Tapa, Swadhyaya
dan Iswarapranidhana.
Asana pada prinsipnya adalah olah gerak (pose) yang dapat
memberikan manfaat pada fisik, mental dan spiritual manusia. Dalam tataran
fisik, asana menjadikan tubuh lentur
dan rileks Dengan melakukan asana yang teratur dan benar, mampu meregenerasi
fungsi otot, syaraf dan kelenjar dan memungsikan sesuai dengan fungsinya bagi
tubuh. Manfaat dalam tataran mental
adalah asana dapat membuat pikiran
menjadi lebih kuat, mampu menahan rasa sakit dan kemalangan/kesulitan, karena
pada prinsipnya segala kesulitan bagi seorang Hatha Yogi merupakan batu loncatan untuk menyerpunakan kesehatan
mental. Dalam tataran spiritual, asana
merupakan pijakan sebelum melakukan disiplin yoga yang lain, karena antara asana dengan tahapan yoga lainya
merupakan satu sistem.
Pranayama dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian teknik yang merangsang dan meningkatkan
energi yang sangat penting. Pranayama mengontrol jalannya nafas menjadi pelan dan halus yang
menyebabkan tekanan udara yang mengandung oksigen masuk sedalam-dalamnya,
melapisi tubuh secara merata sehingga menjadikan tubuh sehat dan bugar bahkan
bisa memperpanjang usia. Pranayama
mencakup 3 olah nafas yaitu puraka, recaka dan kumbhaka.
DAFTAR PUSTAKA
Bhasma,
Ida Putu dan I Nengah Sudharma. 1993. Materi
Pokok Yoga. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan
Budha, Universitas Terbuka.
Kamajaya,
Gede. 1998. Yoga Kundalini (Cara untuk
mencapai siddhi dan moksa). Surabaya : Paramita.
Mantik,
Agus. 2007. (Tuntunan Pelaksanaan
Pesraman Kilat) Kemah Sadana. Surabaya: Paramita
Pendit, S, Nyoman. 2007. Filsafat Hindu Dharma Sad-Darsana.
Pustaka Bali Post. Denpasar.
Musna,
I Wayan. 1986. Pengantar Filsafat Hindu
Sad Darsana. Denpasar: CV Kayu Mas
Sarasvati,
Svami Satya Prakas. (penerjemah; J.B.A.F. Mayor Polak).1979. Patanjali Raja Yoga. Surabaya : Paramita
Sarasvati.
Svami Satyananda. 2002. Asana, Pranayama,
Mudra, Banda. Surabaya: Paramita
Sunetra, I Made. 2004. Laya Yoga. Surabaya: Paramita
Suka
Yasa, I Wayan, dkk. 2006. Yoga Marga
Rahayu. Denpasar: Widya Dharma.
0 komentar:
Posting Komentar