Wewaran
dalam Lontar Bhagawan Garga
Oleh : I Putu Ngurah Restiada
Wariga adalah pengetahuan yang sangat
terkenal di masyarakat. Para petani mempelajari Wariga untuk mencari masa
bercocok tanam. Para pedagang mempelajarinya untuk mencari hari baik mulai
berdagang, membuat alat perdagangan dan berbagai bentuk keberuntungan. Para
pendeta (Brahmana) mempelajari Wariga, untuk menentukan saat-saat berupacara.
Oleh karena itu, Wariga merupakan pengetahuan yang sangat populer.
Pada
susunan Wedangga (batang tubuh Weda), Wariga disebut dengan “jyotisha”, ilmu
tentang cahaya atau perbintangan (jyotir). Dengan demikian, jyotisha diletakkan
sebagai mata dari weda-weda. Jika orang tidak mengetahui jyotisha, mereka tidak
akan bisa pergi ke mana-mana sebab tidak memiliki mata. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa “jyotisha” memegang peranan penting dalam weda-weda, sama
seperti di Bali.
Pada
bagian dari Wariga terdapat juga tenung-tenung (ramalan). Ramalan tersebut
ditentukan berdasarkan wawaran, wuku dan sasih. Ramalan-ramalan berisi tentang
jodoh, rejeki dan yang lainnya. Tenung-tenung ini dibedakan menjadi empat jenis
(Aryana, 2009:10) yaitu tenung pengalihan (menggabungkan urip wawaran), tenung
jejinahan (menggunakan uang), tenung palelintangan (menggunakan lintang
tertentu, misalnya lintang tangis) dan tenung campuran (menggunakan campuran
dari teknik-teknik yang ada).
Secara
garis besar, Wariga sebenarnya terdiri dari berbagai bagian. Meliputi Pawintangan, Sasih,Wuku,Wewaran, Dadauhan.
Pada pembahasan artikel ini hanya akan fokus dibahas mengenai wewaran yang
sebenarnya merupak komponen dari Wariga tersebut. Adapun lontar yang dipakai
rujukan untuk membahasa mengenai wewaran adalah Lontar Bhagawan Garga
2. Pembahasan
2.1 Pengertian dan
bagian-bagian Wewaran
Wewaran
adalah bahasa Sansekerta dari urat kata wara di duplikasikan (Dwipurwa) dan
mendapat akhiran an (we+wara+an). Kata wara banyak memiliki arti seperti:
terpilih, terbaik, unggul. Wara juga berarti hari, mulia, utama. Dari uraian di
atas wewaran dapat diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga
ada sepuluh jenis yang dipergunakan dalam padewasan yaitu pemilihan hari baik
untuk memulai suatu pekerjaan atau yadnya.
Berikut
ini bagian-bagian wewaran menurut Lontar Bhagawan Garga
Eka
Wara: luang (tunggal)
Dwi
Wara : menga (terbuka), pepet (tertutup).
Tri
Wara : pasah, beteng, kajeng.
Catur
Wara : sri (makmur), laba (pemberian),
jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
Panca Wara : umanis (penggerak),
paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
Sad Wara : tungleh (tak kekal),
aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
Sapta Wara : redite (minggu), soma
(senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat),
saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra (
tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung).
Asta Wara : sri (makmur), indra
(indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala
(nilai), uma (pemelihara).
Sanga Wara : dangu (antara terang
dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira),
ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar),
dadi (jadi).
Dasa Wara : Pandita (bijaksana),
pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri
(kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa
(berbudi luhur), raksasa (keras)
2.2 Mitologi Wewaran
dalam lontar Bhagawan Garga
Mengenai
mitologi (cerita) lahirnya wewaran dikemukakan dalam Lontar Bhagawan Garga.
Dalam Lontar tersebut di atas diuraikan kelahiran wuku dan juga menceritakan
para Dewa dan Rsi adalah berwujud menjadi wewaran sebagai berikut :
Hana ta dewa anglayang, guru
tunggal, ingaran sang hyang licin, suksma nirmala, endah snenya maring sunya,
pantaranya rumawak tuduh, yan ta sang hyang licin, rumaga rama tan sahayebu.
Mayoga sang hyang licin, hana bhagawan bregu, mayoga bhagawan bregu hana rwa
mimitan, nga, rahayu mimitan, rupanya kadi tunggal, nga, dewakala, rahu mawak
ketu lwirya: sang hyang rahu hangadakna, kala kabeh, sang hyang ketu ika
hamijil kna dewakabeh, mwang wewaran
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 3-4)
Terjemahan
:
Ada
tersebut sinar suci melayang-layang, beliau itu dewa suci yang disebut Sang
Hyang Licin, wujudnya sangat gaib dan sangat suci, bermacam-macam wujudnya di
alam yang kosong ini, itulah sebabnya berwujud Sang Hyang Tuduh, Ia itulah juga
Sang Hyang Licin, beliau yang ada pertama kali, tanpa ayah dan ibu. Beryogalah
Sang Hyang Licin, lahirlah dua hal yaitu positif dan negatif, wujudnya seperti
tunggal (satu) adalah Dewa Kala; yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu.
Sang Hyang Rahu menciptakan semua Kala, Sang
Ketu itu menciptakan para Dewa dan Wewaran.
Selanjutnya
diuraikan bahwa Sang Hyang Licin sebenarnya menjadi Ekawara yaitu Luang.
Kemudian lahir wuku Sinta dan Sungsang maka ada Dwiwara yaitu Menga, Pepet;
inilah yang menyebabkan adanya baik buruk (ala ayu). Sang Hyang Menga menjadi siang
adalah Sang Hyang Rahu; Hyang Pepet menjadi malam adalah Sang Hyang Ketu. Ada
wuku Tambir lahirlah Triwara yaitu Dora, Waya, Byantara. Sesungguhnya Dora
adalah Kala, Waya adalah Manusa dan Byantara adalah Dewa. Ada wuku Kulawu
lahirlah caturwara yaitu Sri, Laba, Jaya, Mandala; sesungguhnya adalah Batari
Gangga, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Sang kara, Sang Hyang Kancanawidhi.
Ada
wuku Watiga lahirlah Pancawara, yaitu : Umanis, Pahing. Pon, Wage, Kliwon.
Sebenarnya adalah Sang Hyang Iswara Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Mahadewa,
Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa. Ada wuku Pahing lahirlah Sadwara yaitu:
Tungleh Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu. Sesungguhnya Tungleh adalah
Antabuta; Aryang adalah Padabuta; Urukung adalah Anggabuta; Paniron adalah Malecabuta;
Was adalah Astabuta; Maulu adalah Matakabuta. Ada wuku Bala lahirlah Saptawara
yaitu: Radite, Coma, Anggara Buda, Wraspati, Sukra, Sanicara; sebenarnya adalah
Sang Hyang Banu, Hyang Candra, Sang Manggala, Hyang Buda, Hyang Wraspati,
Bhagawan Sukra, Dewi Sori. Ada wuku Kulantir, lahirlah Astawara yaitu: Sri,
Indra, Guru, yama, Ludra, Brahma, Kala,
Uma. Sebenarnya adalah Batari Giriputri, Hyang Indra, Sang Hyang Guru, Sang
Hyang Yama, Hyang Ludra, Hyang Brahma, Hyang Kalantaka, Sang Hyang Amerta. Ada wuku
langkir lahirlah Sangawara yitu: Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan,
Urungan, Tulus, Dadi. Sebenarnya Buta Urung; Jangur adalah Buta Pataha; Gigis
adalah Buta Jingkrak; Erangan adalah Buta Jabung; Urungan adalah Buta Kenying;
Tulus adalah Sang Hyang Saraswati; Dadi
adalah Sang Hyang Dharma.
Ada
wuku Uye, lahirlah Dasawara yaitu Pandita, Pati, Suka Duka, Sri Manuh, Manusa,
Raja, Dewa, Raksasa. Sebenarnya Sang Hyang Aruna adalah Pandita; Kala adalah
Pati; Smara adalah Suka; Durga adalah Duka; Sang Hyang Basundari adalah Sri;
Kalalupa adalah Manuh; Sang Hyang Suksmajati adalah Manusa; Kalatangis adalah
Raja; Sang Hyang Sambu adalah Dewa; Sang Kalakopa adalah Raksasa.
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga,
4-5).
Berdasarkan
uaraian kelahiran wewaran tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa semua
wewaran itu adalah ciptaan Sang Hyang Widhi melalui yoganya. Pada mulanya
beliau disebut Sang Hyang Licin yang beryoga lahirlah Bhagawan Bregu. Bhagawan
Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu
beryoga lahirlah para Kala dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan
Wewaran. Maksudnya adalah Sang Hyang Widhi itu tunggal tidak ada duanya yang
diwujudkan dengan Ekawara adalah Luang. Luang artinya kosong. Pada mulanya
belum ada apa-apa atau alam ini kosong; yang ada hanya kekosongan (luang), itu
adalah sebenarnya perwujudan Sang Hyang Widhi yang tunggal disebut juga
Paramasiwa dalam Saptaloka beliau berkedudukan pada Satyaloka. Pada tingkat ini
beliau suci nirmala belum terpengaruh oleh apapun juga sehingga disebut dengan
Nirguna Brahma. Dari yoganya Sang Hyang Widhi ada Bhagawan Bregu, beliau ada
pada tingkat Mahaloka, saat itu Sang Hyang Widhi sudah terpengaruh oleh hal-hal
maya. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Pada
tingkatan Mahaloka Sang Hyang Widhi diberi gelar Sadasiwa yang disebut dengan
Saguna Brahma karena sudah terpengaruh oleh maya. Itulah sebabnya muncul dua
kekuatan Cetana Acetana, Purusa Predana atau Sang Hyang Ketu dan Sang Hyang
Rahu. Berpadunya dua kekuatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan
Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sang Hyang Rahu beryoga lahir para Kala,
Bhuta dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran, demikian
seterusnya.
2.3
Urip Wewaran dalam Lontar Bhagawan Garga
Cerita yang menjadi
dasar adanya urip/neptu wewaran berawal dari adanya sebuah peperangan dan
proses penghidupan kembali. Lontar Bhagawan Garga juga menyebut tentang
hurip/neptu dari tiap-tiap wewaran yang ada sebagai berikut.
Kunang ikang wewaran kabeh sakeng
yoganira sang hyang ketu, ika wak dewa kabeh ri mangke sang hyang ketu. Mwang
sang hyang rahu kinon denira sang hyang licin magawe ana abeking trimandalanya,
iwasira, awargadesa ring wayabya pranahnya, tan ana madani ikang awarga wayabya
teja kadi surya koti. Kinon taya kabeh mwang dewa kabeh tekeng wewaran agrebat
desa ri wayabya, neher sira sang hyang sangkara jumunjung ring wayabya. Ika
ingadu kala lawan dewa, sang hyang rahu, sang hyang ketu, angadu prangira kabeh
arebat awarga wayabya. Rame kang prang silih suduk, nyakra, enak adameng
kasaktennya. Pejah tang kala kabeh, ingurip mwah denira sang hyang adikala,
sidhi yoganya
(Transkripsi
Lontar Bhagawan Garga,7).
Terjemahan
:
Demikianlah
tentang wewaran semuanya lahir dari yoganya Sang Hyang Ketu, begitu juga para
Dewa ada karena Sang Hyang Ketu. Sedangkan Sang Hyang Rahu disusruh oleh beliau
Sang Hyang Licin untuk mengadakan ciptaan yang memenuhi Trimandala, lalu beliau
menjadi warga desa yang bertempat di arah Wayabya (Barat laut), tidak akan
menyaingi keluarga desa di wayabya, bersinar seperti matahari sebanyak sepuluh
ribu. Diperintahkannya semua para dewa dan wewaran untuk menyerang desa yang
ada di wayabya, lalu beliau Sang Hyang
Sangkara berdiri (ada) di wayabya. Itu di adu oleh para kala melawan
para dewa, Sang Hyang Rahu, Sang Hyang Ketu, sebagai pemimpin perang menyerbu
seluruh warga yang ada di wayabya. Sangatlah seru pertempuran itu saling tusuk
menusuk, panah memanah, semua mengeluarkan kesaktiannya, matilah kala semuanya,
kehidupan kembali oleh Sang Hyang Adikala yang telah berhasil yoganya.
Selanjutnya
setelah para kala hidup semuanya, lagi terjadi peperangan yang sangat dasyat,
sehingga akibatnya banyak diantara dewa, wewaran terbunuh menjadi korban
perang, tetapi akhirnya juga kembali dihidupkan. Oleh karena Kala dihidupkan
hanya sekali saja, itulah sebabnya Sang Hyang Kala mempunyai hurip 1 (satu).
Hyang Sangkara dibunuh oleh Kala Mretyu sekali, itulah sebabnya sehingga
mempunyai urip 1 (satu). Batara Siwa dibunuh oleh Kala Ekadasabumi delapan
kali, itu sebabnya Kliwon mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Iswara dibunuh oleh
Kala Sanjala lima kali, oleh karenanya Umanis mempunyai urip 5 (lima).
Hyang
Brahma terbunuh oleh Kala Wisesa sembilan kali, itulah sebabnya Pahing
mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Mahadewa dibunuh oleh Kala Agung tujuh kali,
karenanya Pon mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka
empat kali, oleh karena itu Wage mempunyai urip 4 (empat). Demikian pula
Saptawara, Hyang Aditya dibunuh oleh Kala Limut lima kali, karenanya Radite
mempunyai urip 5 (lima). Hyang Candra terbunuh oleh Kala Angruda empat kali,
karenanya Coma mempunyai urip 4 (empat). Sang Manggal dibunuh oleh Kala Enjer
tiga kali, oleh sebab itu Anggara mempunyai urip 3 (tiga).sang Buda terbunuh
oleh Kala Salongsongpati tujuh kali, karenanya Buda mempunyai urip 7 (tujuh).
Sang
Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat delapan kali, itulah sebabnya
Wraspati mempunyai urip 8 (delapan). Sang Hyang Kawia terbunuh oleh Kala Greha
enam kali, oleh karenanya Sukra mempunyai urip 6 (enam), Dewi Sori terbunuh
oleh Kala Telu sembilan kali, itulah sebabnya Saniscara mempunyai urip 9
(sembilan). Begitu pula Astawara, Hyang Giriputri dibunuh oleh Kala Luang enam
kali, karenanya mempunyai urip 6 (enam), Hyang Guru dibunuh oleh Kala
Durgastana delapan kali, oleh sebab itu Guru mempunyai urip 8 (delapan), Hyang
Yama dibunuh oleh Kalantaka sembilan kali, karenanya Yama mempunyai urip 9
(sembilan). Hyang Rudra terbunuh oleh Kala Pundutan tiga kali, sehingga Ludra
mempunyai urip 3 (tiga), Hyang Brahma dibunuh oleh Kala Agni tujuh kali,
sehingga Brahma mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Kala terbunuh oleh Hyang Guru
sekali, sehingga kala mempunyai urip 1 (satu). Hyang Mreta terbunuh oleh Kala
Padumarana empat kali, sehingga Uma mempunyai urip 4 (empat).
Lain
lagi halnya Sangawara, Dangu terbunuh 5 kali. Jangur terbunuh 6 kali, Gigis
terbunuh 8 kali, Nohan terbunh 1 kali
(sekali). Ogan terbunuh 8 kali, Erangan terbunuh 3 kali, Urungan 7 kali. Tulus
terbunuh 9 kali, Dadi terbunuh 4 kali. Itulah semuanya menjadi uripnya
masing-masing. Mengenai Sadwara, Tungleh terbunuh 7 kali, Aryang terbunuh 6
kali, Urukung terbunuh 5 kali, Paniron terbunuh 8 kali, Was terbunuh 9 kali,
Maulu terbunuh 3 kali Begitu pula halnya Caturwara, Hyang Angga terbunuh 4
kali, sehingga Sri mempunyai urip 4 (empat), Hyang Bayu terbunuh 5 kali,
sehingga Laba mempunyai urip 5 (lima). Hyang Purusa dibunuh 9 kali, sehingga
Jaya mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Kencanawidi terbunuh 7 kali, sehingga
mandala mempunyai urip 7 (tujuh)
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 8).
2.4
Wewaran dan Pangider Bhuwana dalam Lontar Bhagawan Garga
Telah
disampaikan di atas cerita tentang kehidupan Wewaran berperang melawan Kala
semuanya yang akhirnya dihidupkan
kembali oleh Hyang Taya, itulah sebabnya semua wewaran mempunyai urip/neptu
seperti telah tersebut di atas. Dari sinilah kiranya Padma Anglayang yang juga
disebut dengan pengider-ngider, setiap arahnya mempunyai urip tertentu. Sehubungan dengan terciptanya alam semesta
yang keadaannya sudah stabil, sempurna
dan sejahtera artinya masing-masing dari
benda-benda alam (Brahmanda) telah berdiri sendiri-sendiri disebut dengan
Swastika sebagai lambang suci agama Hindu. Lambat laun dari Swastika itulah
berkembang menjadi lukisan Padma Anglayang, artinya tunjung terbang
melayang-layang di awang-awang mengedari matahari (Suryasewana). Daunnya yang
delapan menjadi 8 (delapan) arah dari bumi yaitu :
1. Purwa (Timur).
2. Gneya (Tenggara).
3. Daksina (Selatan).
4. Nairiti (Barat Daya).
5. Pascima (Barat).
6. Wayabya (Barat Laut).
7. Uttara (Utara).
8. Airsanya (Timur Laut).
Dalam
Sapta loka yaitu tingkat keempat dari atas atau dari bawah Sang Hyang Widhi itu
disebut Loka Pala artinya pemimpin alam. Dalam kepemimpinan ini Sang Hyang
Widhi digelari bermacam-macam menurut tempat dan tugasnya, misalnya Panca
Brahma, Panca Dewata, Nawa Dewata atau Dewata Sangga. Di antara gelar-gelar
Sang Hyang Widhi itu di sini akan diuraikan tentang Nawa Dewata atau Dewata
Sangga yang berhubungan langsung dengan Padma anglayang atau Pangider-ider
sebagai berikut.
1. Sang Hyang Iswara bertempat di Timur.
2. Sang Hyang Maheswara bertempat di
Tenggara.
3. Sang Hyang Brahma bertempat di Selatan.
4. Sang Hyang Rudra bertempat di Barat
daya.
5. Sang Hyang Mahadewa bertempat di Barat.
6. Sang Hyang Sangkara bertempat di Barat
Laut.
7. Sang Hyang Wisnu bertempat di Utara.
8. Sang Hyang Sambhu bertempat di Timur
Laut.
9. Sang Hyang Siwa bertempat di Tengah.
Terutama
para Dewata Sangga inilah diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi untuk menjaga semua
penjuru mata angin dunia supaya stabil dengan memiliki urip masing-masing
seperti yang telah diuraikan dalam
Lontar Bhagawan garga seperti di bawah ini.
1. Sang
Hyang Iswara melawan para Kala, beliau terbunuh oleh Kala Sanjaya 5 kali,
tetapi dihidupkan 5 kali oleh Sang Hyang taya. Sang Iswara diperintahkan oleh
Sang Hyang Widhi mengatur memimpin alam bagian Timur. Itulah sebabnya dalam
pangider-ngider arah Timur mempunyai 5 (lima).
2. Sang
Hyang Maheswara atau Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat 8 kali,
dihidupkan oleh Sang Hyang Taya 8 kali, sehingga Sang Hyang Maheswara yang
memimpin arah Tenggara mempunyai urip 8 (delapan)
3.
Sang Hyang Brahma terbunuh 9 kali oleh Kala Wiwesa, kemudian dihidupkan 9 kali
oleh Sang Hyang Taya, sehingga Hyang Brahma yang diperintahkan memimpin arah
Selatan mempunyai urip 9 (sembilan).
4. Sang
Hyang Rudra dibunuh 3 kali oleh Kala Pundutan dan dihidupkan juga 3 kali oleh
Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Rudra memperoleh tugas dibagian Barat daya
mempunyai urip 3 (tiga).
5. Sang
Hyang Mahadewa dibunuh 7 kali oleh Kala Agung, tetapi dihidupkan kembali oleh
Sang Hyang Taya 7 kali, sehingga Sang Hyang Mahadewa yang ditugaskan memimpin
arah Barat mempunyai urip 7 (tujuh).
6. Sang
Hyang Sangkara terbunuh oleh Kala Mretiu sekali, kemudian dihidupkan juga
sekali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Sangkara yang ditugaskan
memimpin arah Barat Laut mempunyai urip 1 (satu).
7. Sang
Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka 4 kali, juga dihidupkan kembali oleh
Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Wisnu yang ditugaskan menagtur atau
memimpin arah Utara mempunyai urip 4 (empat).
8.
Sang Hyang Sambhu atau Sang Hyang Kawia dibunuh oleh Kala Greha 6 kali kemudian
dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 6 kali, sehingga Sang Hyang Sambhu yang
ditugaskan memimpin arah Timur Laut mempunyai urip 6 (enam).
9. Sang
Hyang Siwa terbunuh 8 kali oleh Kala Eka Dasabumi, dihidupkan kembali oleh Sang
Hyang Taya 8 kali juga, sehingga Sang Hyang Siwayang ditugaskan di bagian
Tengah sebagai proses mempunyai urip 8 (delapan).
. (Transkripsi Lontar
Bagawan Garga, 7)
3.
Penutup
Wewaran adalah ilmu tentang nama-nama hari yang mana setiap hari memiliki
sepuluh nama (dasa nama) yang diwujudkan dengan Eka Wara sampai Dasa Wara.
Wawaran biasanya digunakan untuk bercocok tanam, upacara tertentu dan hari-hari
baik. Satu wawaran merupakan satu hari yang mulai dari matahari terbit sampai
matahari terbit (pagi sampai pagi). Masing-masing wewaran memiliki urip yang
berbeda sesuai dengan mitologi menurut Lontar Bhagawan Garga. Penggunaan
wewaran harus juga berpatokan dengan wuku, tanggal, sasih dan dauh dimana
kedudukan masing-masing waktu itu secara relatif mempunyai pengaruh .
Daftar
Pustaka
Ananda Kusuma,
Sri Reshi, 1979, Wariga Dewasa, Denpasar: Morodadi
Aryana, IB.
Putra Manik, 2009, Tenung Wariga, Denpasar: Bali Aga
https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu-astronomi-ala-bali/481661075189877
http://warigabali.metrobali.com/?p=6
0 komentar:
Posting Komentar