Taburan Hati

SCM Music

Kamis, 23 Januari 2014

Wewaran dalam Lontar Bhagawan Garga (Wariga)


Wewaran dalam Lontar Bhagawan Garga
Oleh : I Putu Ngurah Restiada

1.    Pendahuluaan
Wariga adalah pengetahuan yang sangat terkenal di masyarakat. Para petani mempelajari Wariga untuk mencari masa bercocok tanam. Para pedagang mempelajarinya untuk mencari hari baik mulai berdagang, membuat alat perdagangan dan berbagai bentuk keberuntungan. Para pendeta (Brahmana) mempelajari Wariga, untuk menentukan saat-saat berupacara. Oleh karena itu, Wariga merupakan pengetahuan yang sangat populer.
Pada susunan Wedangga (batang tubuh Weda), Wariga disebut dengan “jyotisha”, ilmu tentang cahaya atau perbintangan (jyotir). Dengan demikian, jyotisha diletakkan sebagai mata dari weda-weda. Jika orang tidak mengetahui jyotisha, mereka tidak akan bisa pergi ke mana-mana sebab tidak memiliki mata. Pernyataan ini menunjukkan bahwa “jyotisha” memegang peranan penting dalam weda-weda, sama seperti di Bali.
Pada bagian dari Wariga terdapat juga tenung-tenung (ramalan). Ramalan tersebut ditentukan berdasarkan wawaran, wuku dan sasih. Ramalan-ramalan berisi tentang jodoh, rejeki dan yang lainnya. Tenung-tenung ini dibedakan menjadi empat jenis (Aryana, 2009:10) yaitu tenung pengalihan (menggabungkan urip wawaran), tenung jejinahan (menggunakan uang), tenung palelintangan (menggunakan lintang tertentu, misalnya lintang tangis) dan tenung campuran (menggunakan campuran dari teknik-teknik yang ada).
Secara garis besar, Wariga sebenarnya terdiri dari berbagai bagian. Meliputi     Pawintangan, Sasih,Wuku,Wewaran, Dadauhan. Pada pembahasan artikel ini hanya akan fokus dibahas mengenai wewaran yang sebenarnya merupak komponen dari Wariga tersebut. Adapun lontar yang dipakai rujukan untuk membahasa mengenai wewaran adalah Lontar Bhagawan Garga


2. Pembahasan
2.1 Pengertian dan bagian-bagian Wewaran
Wewaran adalah bahasa Sansekerta dari urat kata wara di duplikasikan (Dwipurwa) dan mendapat akhiran an (we+wara+an). Kata wara banyak memiliki arti seperti: terpilih, terbaik, unggul. Wara juga berarti hari, mulia, utama. Dari uraian di atas wewaran dapat diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga ada sepuluh jenis yang dipergunakan dalam padewasan yaitu pemilihan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan atau yadnya.
Berikut ini bagian-bagian wewaran menurut Lontar Bhagawan Garga
Eka Wara:  luang (tunggal)
Dwi Wara : menga (terbuka), pepet (tertutup).
Tri Wara : pasah, beteng, kajeng.
Catur Wara :  sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
Panca Wara : umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
Sad Wara : tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
Sapta Wara : redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung).
Asta Wara : sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
Sanga Wara : dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
Dasa Wara : Pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)
2.2 Mitologi Wewaran dalam lontar Bhagawan Garga
Mengenai mitologi (cerita) lahirnya wewaran dikemukakan dalam Lontar Bhagawan Garga. Dalam Lontar tersebut di atas diuraikan kelahiran wuku dan juga menceritakan para Dewa dan Rsi adalah berwujud menjadi wewaran sebagai berikut :
Hana ta dewa anglayang, guru tunggal, ingaran sang hyang licin, suksma nirmala, endah snenya maring sunya, pantaranya rumawak tuduh, yan ta sang hyang licin, rumaga rama tan sahayebu. Mayoga sang hyang licin, hana bhagawan bregu, mayoga bhagawan bregu hana rwa mimitan, nga, rahayu mimitan, rupanya kadi tunggal, nga, dewakala, rahu mawak ketu lwirya: sang hyang rahu hangadakna, kala kabeh, sang hyang ketu ika hamijil kna dewakabeh, mwang wewaran
                                                                     (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 3-4)
Terjemahan :
Ada tersebut sinar suci melayang-layang, beliau itu dewa suci yang disebut Sang Hyang Licin, wujudnya sangat gaib dan sangat suci, bermacam-macam wujudnya di alam yang kosong ini, itulah sebabnya berwujud Sang Hyang Tuduh, Ia itulah juga Sang Hyang Licin, beliau yang ada pertama kali, tanpa ayah dan ibu. Beryogalah Sang Hyang Licin, lahirlah dua hal yaitu positif dan negatif, wujudnya seperti tunggal (satu) adalah Dewa Kala; yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu menciptakan semua Kala, Sang  Ketu itu menciptakan para Dewa dan Wewaran.
Selanjutnya diuraikan bahwa Sang Hyang Licin sebenarnya menjadi Ekawara yaitu Luang. Kemudian lahir wuku Sinta dan Sungsang maka ada Dwiwara yaitu Menga, Pepet; inilah yang menyebabkan adanya baik buruk (ala ayu). Sang Hyang Menga menjadi siang adalah Sang Hyang Rahu; Hyang Pepet menjadi malam adalah Sang Hyang Ketu. Ada wuku Tambir lahirlah Triwara yaitu Dora, Waya, Byantara. Sesungguhnya Dora adalah Kala, Waya adalah Manusa dan Byantara adalah Dewa. Ada wuku Kulawu lahirlah caturwara yaitu Sri, Laba, Jaya, Mandala; sesungguhnya adalah Batari Gangga, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Sang kara, Sang Hyang Kancanawidhi.
Ada wuku Watiga lahirlah Pancawara, yaitu : Umanis, Pahing. Pon, Wage, Kliwon. Sebenarnya adalah Sang Hyang Iswara Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Mahadewa, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa. Ada wuku Pahing lahirlah Sadwara yaitu: Tungleh Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu. Sesungguhnya Tungleh adalah Antabuta; Aryang adalah Padabuta; Urukung adalah Anggabuta; Paniron adalah Malecabuta; Was adalah Astabuta; Maulu adalah Matakabuta. Ada wuku Bala lahirlah Saptawara yaitu: Radite, Coma, Anggara Buda, Wraspati, Sukra, Sanicara; sebenarnya adalah Sang Hyang Banu, Hyang Candra, Sang Manggala, Hyang Buda, Hyang Wraspati, Bhagawan Sukra, Dewi Sori. Ada wuku Kulantir, lahirlah Astawara yaitu: Sri, Indra, Guru, yama, Ludra,  Brahma, Kala, Uma. Sebenarnya adalah Batari Giriputri, Hyang Indra, Sang Hyang Guru, Sang Hyang Yama, Hyang Ludra, Hyang Brahma, Hyang Kalantaka, Sang Hyang Amerta. Ada wuku langkir lahirlah Sangawara yitu: Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi. Sebenarnya Buta Urung; Jangur adalah Buta Pataha; Gigis adalah Buta Jingkrak; Erangan adalah Buta Jabung; Urungan adalah Buta Kenying; Tulus adalah Sang Hyang Saraswati;  Dadi adalah Sang Hyang Dharma.
Ada wuku Uye, lahirlah Dasawara yaitu Pandita, Pati, Suka Duka, Sri Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa. Sebenarnya Sang Hyang Aruna adalah Pandita; Kala adalah Pati; Smara adalah Suka; Durga adalah Duka; Sang Hyang Basundari adalah Sri; Kalalupa adalah Manuh; Sang Hyang Suksmajati adalah Manusa; Kalatangis adalah Raja; Sang Hyang Sambu adalah Dewa; Sang Kalakopa adalah Raksasa.
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 4-5).
Berdasarkan uaraian kelahiran wewaran tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa semua wewaran itu adalah ciptaan Sang Hyang Widhi melalui yoganya. Pada mulanya beliau disebut Sang Hyang Licin yang beryoga lahirlah Bhagawan Bregu. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu beryoga lahirlah para Kala dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran. Maksudnya adalah Sang Hyang Widhi itu tunggal tidak ada duanya yang diwujudkan dengan Ekawara adalah Luang. Luang artinya kosong. Pada mulanya belum ada apa-apa atau alam ini kosong; yang ada hanya kekosongan (luang), itu adalah sebenarnya perwujudan Sang Hyang Widhi yang tunggal disebut juga Paramasiwa dalam Saptaloka beliau berkedudukan pada Satyaloka. Pada tingkat ini beliau suci nirmala belum terpengaruh oleh apapun juga sehingga disebut dengan Nirguna Brahma. Dari yoganya Sang Hyang Widhi ada Bhagawan Bregu, beliau ada pada tingkat Mahaloka, saat itu Sang Hyang Widhi sudah terpengaruh oleh hal-hal maya. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Pada tingkatan Mahaloka Sang Hyang Widhi diberi gelar Sadasiwa yang disebut dengan Saguna Brahma karena sudah terpengaruh oleh maya. Itulah sebabnya muncul dua kekuatan Cetana Acetana, Purusa Predana atau Sang Hyang Ketu dan Sang Hyang Rahu. Berpadunya dua kekuatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sang Hyang Rahu beryoga lahir para Kala, Bhuta dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran, demikian seterusnya.
2.3 Urip Wewaran dalam Lontar Bhagawan Garga
Cerita yang menjadi dasar adanya urip/neptu wewaran berawal dari adanya sebuah peperangan dan proses penghidupan kembali. Lontar Bhagawan Garga juga menyebut tentang hurip/neptu dari tiap-tiap wewaran yang ada sebagai berikut.
Kunang ikang wewaran kabeh sakeng yoganira sang hyang ketu, ika wak dewa kabeh ri mangke sang hyang ketu. Mwang sang hyang rahu kinon denira sang hyang licin magawe ana abeking trimandalanya, iwasira, awargadesa ring wayabya pranahnya, tan ana madani ikang awarga wayabya teja kadi surya koti. Kinon taya kabeh mwang dewa kabeh tekeng wewaran agrebat desa ri wayabya, neher sira sang hyang sangkara jumunjung ring wayabya. Ika ingadu kala lawan dewa, sang hyang rahu, sang hyang ketu, angadu prangira kabeh arebat awarga wayabya. Rame kang prang silih suduk, nyakra, enak adameng kasaktennya. Pejah tang kala kabeh, ingurip mwah denira sang hyang adikala, sidhi yoganya
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga,7).

Terjemahan :
Demikianlah tentang wewaran semuanya lahir dari yoganya Sang Hyang Ketu, begitu juga para Dewa ada karena Sang Hyang Ketu. Sedangkan Sang Hyang Rahu disusruh oleh beliau Sang Hyang Licin untuk mengadakan ciptaan yang memenuhi Trimandala, lalu beliau menjadi warga desa yang bertempat di arah Wayabya (Barat laut), tidak akan menyaingi keluarga desa di wayabya, bersinar seperti matahari sebanyak sepuluh ribu. Diperintahkannya semua para dewa dan wewaran untuk menyerang desa yang ada di wayabya, lalu  beliau Sang  Hyang  Sangkara berdiri (ada) di wayabya. Itu di adu oleh para kala melawan para dewa, Sang Hyang Rahu, Sang Hyang Ketu, sebagai pemimpin perang menyerbu seluruh warga yang ada di wayabya. Sangatlah seru pertempuran itu saling tusuk menusuk, panah memanah, semua mengeluarkan kesaktiannya, matilah kala semuanya, kehidupan kembali oleh Sang Hyang Adikala yang telah berhasil yoganya.
Selanjutnya setelah para kala hidup semuanya, lagi terjadi peperangan yang sangat dasyat, sehingga akibatnya banyak diantara dewa, wewaran terbunuh menjadi korban perang, tetapi akhirnya juga kembali dihidupkan. Oleh karena Kala dihidupkan hanya sekali saja, itulah sebabnya Sang Hyang Kala mempunyai hurip 1 (satu). Hyang Sangkara dibunuh oleh Kala Mretyu sekali, itulah sebabnya sehingga mempunyai urip 1 (satu). Batara Siwa dibunuh oleh Kala Ekadasabumi delapan kali, itu sebabnya Kliwon mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Iswara dibunuh oleh Kala Sanjala lima kali, oleh karenanya Umanis mempunyai urip 5 (lima).
Hyang Brahma terbunuh oleh Kala Wisesa sembilan kali, itulah sebabnya Pahing mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Mahadewa dibunuh oleh Kala Agung tujuh kali, karenanya Pon mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka empat kali, oleh karena itu Wage mempunyai urip 4 (empat). Demikian pula Saptawara, Hyang Aditya dibunuh oleh Kala Limut lima kali, karenanya Radite mempunyai urip 5 (lima). Hyang Candra terbunuh oleh Kala Angruda empat kali, karenanya Coma mempunyai urip 4 (empat). Sang Manggal dibunuh oleh Kala Enjer tiga kali, oleh sebab itu Anggara mempunyai urip 3 (tiga).sang Buda terbunuh oleh Kala Salongsongpati tujuh kali, karenanya Buda mempunyai urip 7 (tujuh).
Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat delapan kali, itulah sebabnya Wraspati mempunyai urip 8 (delapan). Sang Hyang Kawia terbunuh oleh Kala Greha enam kali, oleh karenanya Sukra mempunyai urip 6 (enam), Dewi Sori terbunuh oleh Kala Telu sembilan kali, itulah sebabnya Saniscara mempunyai urip 9 (sembilan). Begitu pula Astawara, Hyang Giriputri dibunuh oleh Kala Luang enam kali, karenanya mempunyai urip 6 (enam), Hyang Guru dibunuh oleh Kala Durgastana delapan kali, oleh sebab itu Guru mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Yama dibunuh oleh Kalantaka sembilan kali, karenanya Yama mempunyai urip 9 (sembilan). Hyang Rudra terbunuh oleh Kala Pundutan tiga kali, sehingga Ludra mempunyai urip 3 (tiga), Hyang Brahma dibunuh oleh Kala Agni tujuh kali, sehingga Brahma mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Kala terbunuh oleh Hyang Guru sekali, sehingga kala mempunyai urip 1 (satu). Hyang Mreta terbunuh oleh Kala Padumarana empat kali, sehingga Uma mempunyai urip 4 (empat).
Lain lagi halnya Sangawara, Dangu terbunuh 5 kali. Jangur terbunuh 6 kali, Gigis terbunuh  8 kali, Nohan terbunh 1 kali (sekali). Ogan terbunuh 8 kali, Erangan terbunuh 3 kali, Urungan 7 kali. Tulus terbunuh 9 kali, Dadi terbunuh 4 kali. Itulah semuanya menjadi uripnya masing-masing. Mengenai Sadwara, Tungleh terbunuh 7 kali, Aryang terbunuh 6 kali, Urukung terbunuh 5 kali, Paniron terbunuh 8 kali, Was terbunuh 9 kali, Maulu terbunuh 3 kali Begitu pula halnya Caturwara, Hyang Angga terbunuh 4 kali, sehingga Sri mempunyai urip 4 (empat), Hyang Bayu terbunuh 5 kali, sehingga Laba mempunyai urip 5 (lima). Hyang Purusa dibunuh 9 kali, sehingga Jaya mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Kencanawidi terbunuh 7 kali, sehingga mandala mempunyai urip 7 (tujuh)
(Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 8).
2.4 Wewaran dan Pangider Bhuwana dalam Lontar Bhagawan Garga
Telah disampaikan di atas cerita tentang kehidupan Wewaran berperang melawan Kala semuanya yang  akhirnya dihidupkan kembali oleh Hyang Taya, itulah sebabnya semua wewaran mempunyai urip/neptu seperti telah tersebut di atas. Dari sinilah kiranya Padma Anglayang yang juga disebut dengan pengider-ngider, setiap arahnya mempunyai urip tertentu.  Sehubungan dengan terciptanya alam semesta yang keadaannya sudah stabil,  sempurna dan  sejahtera artinya masing-masing dari benda-benda alam (Brahmanda) telah berdiri sendiri-sendiri disebut dengan Swastika sebagai lambang suci agama Hindu. Lambat laun dari Swastika itulah berkembang menjadi lukisan Padma Anglayang, artinya tunjung terbang melayang-layang di awang-awang mengedari matahari (Suryasewana). Daunnya yang delapan menjadi 8 (delapan) arah dari bumi yaitu :
1.         Purwa (Timur).
2.         Gneya (Tenggara).
3.         Daksina (Selatan).
4.         Nairiti (Barat Daya).
5.         Pascima (Barat).
6.         Wayabya (Barat Laut).
7.         Uttara (Utara).
8.         Airsanya (Timur Laut).
Dalam Sapta loka yaitu tingkat keempat dari atas atau dari bawah Sang Hyang Widhi itu disebut Loka Pala artinya pemimpin alam. Dalam kepemimpinan ini Sang Hyang Widhi digelari bermacam-macam menurut tempat dan tugasnya, misalnya Panca Brahma, Panca Dewata, Nawa Dewata atau Dewata Sangga. Di antara gelar-gelar Sang Hyang Widhi itu di sini akan diuraikan tentang Nawa Dewata atau Dewata Sangga yang berhubungan langsung dengan Padma anglayang atau Pangider-ider sebagai berikut.
1.         Sang Hyang Iswara bertempat di Timur.
2.         Sang Hyang Maheswara bertempat di Tenggara.
3.         Sang Hyang Brahma bertempat di Selatan.
4.         Sang Hyang Rudra bertempat di Barat daya.
5.         Sang Hyang Mahadewa bertempat di Barat.
6.         Sang Hyang Sangkara bertempat di Barat Laut.
7.         Sang Hyang Wisnu bertempat di Utara.
8.         Sang Hyang Sambhu bertempat di Timur Laut.
9.         Sang Hyang Siwa bertempat di Tengah.
Terutama para Dewata Sangga inilah diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi untuk menjaga semua penjuru mata angin dunia supaya stabil dengan memiliki urip masing-masing seperti yang telah diuraikan dalam  Lontar Bhagawan garga seperti di bawah ini.
1.         Sang Hyang Iswara melawan para Kala, beliau terbunuh oleh Kala Sanjaya 5 kali, tetapi dihidupkan 5 kali oleh Sang Hyang taya. Sang Iswara diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi mengatur memimpin alam bagian Timur. Itulah sebabnya dalam pangider-ngider arah Timur mempunyai 5 (lima).
2.         Sang Hyang Maheswara atau Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat 8 kali, dihidupkan oleh Sang Hyang Taya 8 kali, sehingga Sang Hyang Maheswara yang memimpin arah Tenggara mempunyai urip 8 (delapan)
3.         Sang Hyang Brahma terbunuh 9 kali oleh Kala Wiwesa, kemudian dihidupkan 9 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Hyang Brahma yang diperintahkan memimpin arah Selatan mempunyai urip 9 (sembilan).
4.         Sang Hyang Rudra dibunuh 3 kali oleh Kala Pundutan dan dihidupkan juga 3 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Rudra memperoleh tugas dibagian Barat daya mempunyai urip 3 (tiga).
5.         Sang Hyang Mahadewa dibunuh 7 kali oleh Kala Agung, tetapi dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 7 kali, sehingga Sang Hyang Mahadewa yang ditugaskan memimpin arah Barat mempunyai urip 7 (tujuh).
6.         Sang Hyang Sangkara terbunuh oleh Kala Mretiu sekali, kemudian dihidupkan juga sekali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Sangkara yang ditugaskan memimpin arah Barat Laut mempunyai urip 1 (satu).
7.         Sang Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka 4 kali, juga dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Wisnu yang ditugaskan menagtur atau memimpin arah Utara mempunyai urip 4 (empat).
8.         Sang Hyang Sambhu atau Sang Hyang Kawia dibunuh oleh Kala Greha 6 kali kemudian dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 6 kali, sehingga Sang Hyang Sambhu yang ditugaskan memimpin arah Timur Laut mempunyai urip 6 (enam).
9.         Sang Hyang Siwa terbunuh 8 kali oleh Kala Eka Dasabumi, dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 8 kali juga, sehingga Sang Hyang Siwayang ditugaskan di bagian Tengah sebagai proses mempunyai urip 8 (delapan).
. (Transkripsi Lontar Bagawan Garga, 7)
3. Penutup
Wewaran adalah ilmu tentang nama-nama hari yang mana setiap hari memiliki sepuluh nama (dasa nama) yang diwujudkan dengan Eka Wara sampai Dasa Wara. Wawaran biasanya digunakan untuk bercocok tanam, upacara tertentu dan hari-hari baik. Satu wawaran merupakan satu hari yang mulai dari matahari terbit sampai matahari terbit (pagi sampai pagi). Masing-masing wewaran memiliki urip yang berbeda sesuai dengan mitologi menurut Lontar Bhagawan Garga. Penggunaan wewaran harus juga berpatokan dengan wuku, tanggal, sasih dan dauh dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relatif mempunyai pengaruh .

Daftar Pustaka
Ananda Kusuma, Sri Reshi, 1979, Wariga Dewasa, Denpasar: Morodadi
Aryana, IB. Putra Manik, 2009, Tenung Wariga, Denpasar: Bali Aga
https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu-astronomi-ala-bali/481661075189877
http://warigabali.metrobali.com/?p=6

0 komentar:

Posting Komentar