Taburan Hati

SCM Music

Rabu, 11 Desember 2013

TUGAS MATA KULIAH YOGA

HATHA YOGA

PENDAHULUAN
Yoga berasal dari akar kata Yuj yang artinya menghubungkan. Dalam kamus besar Bahasa Sansekerta kata Yuj dalam bentuk maskulin berarti menjadikan sepasang atau bersatu. Yoga adalah penghubungan, pengaitan atau persatuan jiwa individual dengan Beliau Yang Maha Esa, mutlak dan tak terhingga. Secara horizontal yoga berarti menyatukan pikiran jiwa kita dalam keselarasan yang alami. Secara vertical berarti menghubungkan/menyatukan kesadaran diri kita dengan Tuhan , antara Jiwatman (spirit individu) dengan Paratmatman (spirit universal).
Yoga juga berarti mengikat kekuatan fisik seseorang, menyeimbangkan, dan menguatkannya. Yoga di dalam demikian banyak pengertian, akan tetapi maknanya berarti baik jalan maupun tujuan yang hendak dicapai, sama seperti kata dhamma di dalam buddhisme (bahasa Pallawa untuk Dharma). Dengan mengumpulkan bersama serta memanfaatkan kekuatan kita melalui pemusatan yang intense dari kepribadian, kita memaksakan jalur ego yang sempit kepada kepribadian yang transcendent. Jiwa membebaskan dirinya dari belenggu raga jasmani dan mencapai keberadaannya yang paling dalam. Yoga-yoga yang berbeda adalah penerapan khusus dari disiplin yang di dalam yang menuju ke arah pembebasan jiwa dan pemahaman baru mengenai persatuan dan arti kemanusiaan. Semua hal yang berhubungan dengan disiplin ini disebut yoga dan kesempurnaan pada tingkat manusia adalah kewajiban yang mesti dicapai melalui usaha yang sadar. Demikian luasnya hal yang dicakup di dalam Hinduisme dan hal yang paling mencengangkan adalah adanya kesamaan dan konsistensi antara yang dikatakan oleh salah satu disiplin yoga dibandingkan dengan yang lainnya. Dan sungguh tepat pengandaian tentang pendakian gunung dari berbagai arah dimana ketika sampai pada puncaknya kita akan melihat pemandangan yang sama. (Mantik, 2007 : 69)
Ada juga menyamakan yoga dengan istilah lokal Yoga Semadhi untuk menunjuk orang dengan pose “bertapa” . Ada pula yang membedakan yoga dengan meditasi. Yoga dianggapnya bercirikan gerakan–gerakan fisik semacam senam lantai sedangkan meditasi dianggap sebuah disiplin yang berdiri sendiri yang berbeda dengan yoga. Namun dapat dijelaskna bahwa yoga merupakan satu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra sadar atau Nirwikalpa Samadhi.
Pelaksanaan yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan yoga adalah untuk mengajarkan cara atma pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan atma tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari atma pribadi dengan purusa tetinggi dipengaruhi oleh wrtti atau pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek duniawi. Dengan pertumbuhan ini seseorang belajar hidup dalam tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Ini adalah suatu proses dimana batasan-batasan dan ketidaksempurnaan individu dilebur sehingga menghasilkan kesadaran super. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek fisik, mental, intelektual, emosional, dan spiritual.
 Praktisi yoga harus mengusahakan sikap hidup positif dalam rangka mengembangkan kesadaran rohani mereka. Sikap hidup yang kondusif dalam menapaki jalan pencerahan jiwa itu bertumpu pada kebenaran bahwa kita sesungguhnya anak-anak keabadian (amrta putra) dari satu orang tua ilahi kita, the great god, Tuhan. Semua ciptaan adalah emanasi dari satu prinsip ketuhanan yang sama dan karena itu semua makhluk bersaudara. 
Kita yang adalah anak-anak ilahi itu karena sebuah “kecelakaan” telah tersesat jauh dalam dunia ini serta mengalami keadaan “lupa diri” yang berkepanjangan. Kebanyakan dari kita sangat terlibat dalam masalah dunia fana, jatuh cinta kepadanya dan bahkan telah hanyut bersamanya. Sensasi kenikmatan duniawi telah menyandera kita dalam rantai samsara tak bertepi. Hukum kesementaraan berulang- ulang menerpa hidup kita dibawah nikmat setetes kebahagian yang segera berakhir dalam terik penderitaan. Kita pun telah melupakan dimana rumah sejati kita, tempat asal dari mana kita datang. Dan pelajaran yoga menunjukkan kepada kita sebuah rute alami perjalanan pulang kerumah sejati tempat orang tua kita berada.
Yoga menghentikan modifikasi, gelombang atau geraknya pikiran (chita). Penghentian melalui meditasi atau konsentrasi. Rsi Patanjali menempatkan pikiran atau chitta sebagai suatu yang sangat penting untuk memahami diri menuju belenggu (bhanda), dan menuju kebebasan (kaiwalaya). Pikiran yang tidak disiplin dalam arti sulit ditenangkan, selalu gusar, gelisah, cemas, dan merasa tertekan. Yoga akan memberi tuntunan kepada orang tahap demi tahap, mengendalikan dirinya untuk mengurangi dirinya, dan menghantarkan pada alam ketenangan dan bersatu pada Tuhan. Pengendalian diri akan mempengaruhi kebersihan chitta dan membawa orang menuju pelaksanaan yoga yang sempurna. Untuk mampu mewujudkan itu, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan mampu melaksanakan Hatha Yoga sebagai awal untuk menuju ketahapan yang selanjutnya.
PEMBAHASAN
Hatha Yoga
Secara etimologi, Hatha Yoga berasal dari suku kata ha dan tha yang berarti matahari dan bulan, prana dan apana.  Di dalam Tantra dikatakan bahwa prana (yang bersemayam pada jantung) menarik apana (yang berada pada muladara cakra, cakra paling bawah) dan sebaliknya apana menarik prana, bagaikan burung elang yang terikat pada tali akan kembali ketika mau terbang jauh. Keduanya, melalui ketidakcocokan diantara mereka, mencegah salah satunya untuk meninggalkan raga jasmani, sebab ketika keduanya setuju untuk pergi, berarti kita mati. Persatuan diantara keduanya didalam sumsumna dan proses kearah itu disebut pranayama dan ketika hal itu terjadi, Samadhi sesungguhnya dicapai. Karena itulah, sesungguhnya hatha yoga adalah pengetahuan tentang azas hidup dan memakai ungkapan ini untuk menjelaskan mengenai berbagai bentuk prana. Prana (asas hidup) di dalam raga seseorang adalah bahagian dari nafas semesta. Karena itulah diupayakan untuk menyeimbangkan asas hidup perseorangan, pinda atau vyasti pinda dengan asas hidup atau nafas kosmis, brahmanda atau samasti prana. Hasilnya adalah jiwa raga yang kuat dan sehat. Harmonisasi dari nafas membantu harmonisasi dari pikiran dan karena itu  memudahkan pemusatannya. (Mantik, 2007: 69-70). Jika ditilik dari etimologi, tujuan dari hatha yoga adalah membentuk keselarasan yang sempurna antara kedua aliran prana ini. Ketika aliran-aliran ini telah seimbang secara sempurna, prana akan mulai mengalir dalam sumsumna, nadi yang paling penting pada tubuh jiwa. Dengan cara ini kesadaran orang akan meluas dan ia akan mulai menempuh jalan pencerahan spiritual. Sebenarnya, ini merupakan tujuan pokok dari semua cabang yoga tetapi hatha yoga itu adalah unik.
Secara praktek, Hatha Yoga sebagian besar adalah olah jasmani dan di dalam disiplin ini (seperti juga di dalam Tantra) diyakini bahwasanya melalui hal yang bersifat fisik kita sesungguhnya bisa mengatur dan merubah hal-hal yang bersifat halus/yang di dalam. (Mantik, 2007 : 69-70). Hatha Yoga berpengaruh atas badan jasmani, dengan menggunakan disiplin jasmani sebagai alat untuk menggunakan kemampuan rohaniahnya. Jalannya pernafasan dikendalikan dan sikap-sikap badan yang sukar-sukar dibuat latihan supaya seperti seekor kuda yang diajari menurut perintah penunggangnya, dalam hal ini penunggangnya adalah atman.  (Sunetra, 2004; ……… )
Hatha Yoga adalah sebuah tahapan pendakian spiritual tahap awal untuk mencapai tujuan yoga yaitu Samadhi. Ajaran ini diturunkan oleh Dewa Siwa (Adhinata) kepada Parwati. Secara sistemik, sebagaimana yang terdapat dalam Yoga Sutra II.29, hatha yoga adalah bagian integral dari Kriya Yoga. Kriya Yoga merupakan 8 tahapan yoga yang lazim disebut Astangga Yoga, kedelapan Astangga Yoga itu meliputi : Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi.  Empat tahapan awal (Yama, Niyama, Asana dan Pranayama) disebut  Hatha Yoga, sedangkan empat bagian setelahnya (Pratyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi)  disebut Raja Yoga.

Yama 
Yama adalah pengendalian diri tingkat fisik dan psikis (mental) untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yama merupakan perwujudan harmonisasi seorang yogi dengan lingkungan sekitar. Yama terdiri dari atas lima perintah dalam urutan yang berikut :
1.      Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai makhluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan, atau perkataan. Makna lainnya adalah perlakukan pihak lain seperti engkau ingin diperlakukan sendiri. Siapa pun yang bertemu dengan penganut ahimsa tidak akan menjumpai permusuhan atau itikad yang kurang baik (Yoga Sutra II.35).
2.      Satya atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan terhadap kepalsuan dan kecurangan dan penipuan. Tiap orang mempercayai seorang yang terkenal dari kejujuran. Seorang yogi, penganut kebenaran mendapat kepuasan dari apapun yang dipikirkan atau mungkin akan dibicarakan atau dilakukan olehnya. Dengan demikian maka tindakannya dikoordinasikan sepenuhnya dengan akibatnya (Yoga Sutra II.36).
3.      Asteya atau pantang menginginkan sesuatu yang bukan milik sendiri, jadi pantang mencuri. Pantang ini pun harus berlaku dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Seorang yogin penganut asteya tidak merasa kesulitan untuk memperoleh apapun yang dikehendaki olehnya : tidak ada kekurangan baginya, seolah-olah semua emas dan intan sudah menjadi miliknya (Yoga Sutra II. 37).
4.      Brahmacarya atau pantang kenikmatan seksual; yang menghasilkan kemampuan mempertahankan dan merawat kejantanannya (Yoga Sutra II.38).
5.      Aparigraha atau pantang kemewahan; seorang yogin harus hidup senang, tidak menghendaki banyak kemilikan; tidak memaksa diri berlebihan dengan pantangan, tetapi juga tidak menginginkan kemewahan yang melebihi apa yang diperlukan. (Yoga Sutra II.39).
Kelima hal yang disebutkan di atas merupakan suatu keharusan tanpa perkecualian. Patanjali menyebut kelima yama ini mahavrata atau sumpah besar, kaul-kaul yang mengikat. Pelanggarannya tidak diperkenankan. Tidak ada alasan untuk mengelakkannya. Alasan-alasan yang disalahgunakan untuk mengelakkannya adalah dari empat macam yang mengenai jati atau kedudukan pribadi, yang mengenai desa atau tempat dan kediaman, yang mengenai kala atau usia dan waktu, dan akhirnya mengenai samaya atau perjanjian.
Rsi Patanjali mengatakan bahwa kepatuhan pada kelima Yama itu diwajibkan dan dipertahankan dalam tiap keadaan. Yama merupakan Kode Kelakuan Universal (sarvabhauma mahavrata). Sifatnya bukan sebagai aturan mudah, yang dapat diselewengkan dengan memakai bermacam-macam alasan (Yoga Sutra II. 3). Kelima perintah agung diterima secara universal dan tidak memerlukan penafsiran. Mereka merupakan kode alamiah untuk makhluk manusia.  
Niyama
Niyama adalah perwujudan harmonisasi terhadap diri sendiri. Niyama adalah pengendalian diri lanjutan setelah Yama, yang lebih menekankan pada penguasaan dan pengendalian diri yang berimbang antara fisik, psikis (mental) dan spiritual yang lebih mendalam. Menurut Yoga Sutra dari Rsi Patanjali, Niyama urutannya sebagai berikut :
1.      Sauca, kebersihan lahir dan bathin. Seorang yang mahir dalam disiplin pembantu ini lambat laun kurang mementingkan badan duniawi, dan kurang mencari kontak dengan badan duniawi orang lain. Badan kita atau kontak dengan badan orang lain membangkitkan nafsu-nafsu. Nafsu-nafsu mengakibatkan kekotoran. Kita harus memiliki indera yang bersih, tetapi nafsu-nafsu yang bertentangan dengan kebersihan harus dijauhkan. (Yoga Sutra II.40)
Sauca juga menganjurkan kebajikan yang berikut :
-          Sattvasuddhi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan.
-          Saumanasya atau keriangan hati.
-          Ekagrata atau pemusatan pikiran.
-          Indriyajaya pengawasan nafsu-nafsu.
-          Atmadarsana realisasi diri
Kelima kebajikan tersebut dicapai oleh seorang yogi dengan melaksanakan sauca atau kebersihan (pikiran, perkataan, dan perbuatan) (Yoga Sutra II. 41)
2.      Santosa atau kepuasan. Kebajikan ini menghantar kepada kesenangan yang tak terkatakan. Sebaliknya ketidakpuasan mengakibatkan kegoncangan mental, sehingga apa yang telah dicapai, dimiliki atau diwujudkan, kehilangan daya tariknya, dan kegoncangan yang diakibatkan menimbulkan rantai penderitaan. Kepuasan timbul dari kebiasaan untuk berterimakasih. Seorang yogi adalah seorang theis; yang mengenal batas-batasnya pula; yang tidak pernah memuliakan diri terlalu tinggi, dan karena itu ia tidak pernah merasa kecewa. Seorang yogi adalah aktivitas yang dipribadikan dan karena itu kepuasannya tidak menjadikannya pasif, kepuasannya membantunya dalam usaha-usaha baru. Dalam kepuasannya terlihat semacam kesenangan transendent (Yoga Sutra II. 42).
3.      Tapa atau keseluruhan. Tapa ini menghasilkan pemenuhan semua kebutuhan badan dan alat-alatnya. Melalui kesengsaraan dan pantangan, badan menjadi kuat dan bebas dari noda-noda (Yoga Sutra II. 43)
4.      Svadhyaya atau mempelajari sendiri buku-buku suci, pengulangannya atau japa suku kata suci A-U-M (OM) dan penilaian diri. Svadhyaya mendekatkan seorang kepada ketuhanan dan pemenuhan keinginan. Ingatlah bahwa "seorang menjadi apa yang dipelajari olehnya, apa yang direnungkan olehnya dan apa yang dipuja olehya. Hal ini dikenal sebagai Istadevata Samprayogah, atau persatuan dengan apa yang dicita-citakan (Yoga Sutra II.44).
5.      Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan. Isvarapranidhana mengantar untuk mencapai Samadhi, keadaan supra-sadar transendent (Yoga Sutra II. 45).
Asana
            Asana berarti sikap tubuh yang enak dilakukan. Tekanan lembut dari sikap asana yang dilakukan dengan tenang dalam jangka waktu tertentu, memperbaiki cairan hormon yang mengakibatkan keseimbangan hormon, meningkatkan kesehatan fisik dan mental.  Asana dalam aspek setiap fisik manusia tidak saja membuat kerja kelenjar tetapi juga membuat otot-otot giat dan santai, begitu pula dengan sistem saraf, menstimulir sirkulasi, mengendurkan otot dan memussatkan pikiran. Selama masa latihan asana, tenaga lebih banyak dikumpulkan daripada dipergunakan. Secara bertahap tubuh, setelah tubuh terbiasa dengan latihan yang lentur dan menyantaikan, maka semua aktifitas fisik merupakan bagian dari asana, dilakukan dengan lancar, halus, disertai dengan nafas yang dalam sehingga  tubuh mendapatkan banyak oksigen dan pikiran menjadi tenang dan terkendali.
            Dalam asana terdapat perbedaan latihan yoga dan latihan fisik lainnya. Gerak badan dan senam lebih mengembangkan otot dengan jalan menggerak-gerakkannya, mereka mengutamakan gerakan dan biasanya gerakan-gerakkan meregang dan berkontraksi dengan kuat dan dilakukan dengan cepat secara bergantian. Latihan-latihan yang berulang ini biasanya gerakkannya semakin sulit dan bersifat persaingan dan ketegangan yang diakibatkannya menstimulir pengeluaran adrenalin dari kelenjar adrenal yang “mendorong” tubuh bahkan lebih keras. Meskipun aktivitas yang memerlukan kekuatan ini dapat menambah bentuk dan kekuatan otot, dan melancarkan sirkulasi, namun sama sekali tidak memperhatikan sistem endokrin yang seperti kita ketahui sangat penting bagi ketenangan mental dan kesehatan fisik. Kedua macam latihan diatas perlu untuk keseimbangan tubuh dan harus dilakukan.
            Dalam gerakan asana yang menekuk dan meregang pembuluh darah sehingga menjadi elastis, dan mencegahnya terhadap pengerasan dan sekatan yang disebabkan racun-racun yang membahayakan. Pembuluh darah yang elastis menyebabkan tekanan yang benar terhadap detak jantung dan dengan demikian darah mengalir dengan stabil. Aliran darah yang satbil ini, memberi suplai yang merata ke seluruh tubuh, peredaran darah yang giat memberi gizi dan oksigen yang memadai pada semua jaringan dan membuang racun-racun yang membahayakan, sehingga membuat jaringan-jaringan tubuh bekerja dengan sempurna.
            Asana dapat dilakukan dengan melaksanakan latihan secara wajar dan tidak memaksakan diri. Gerakan-gerakan asana dilakukan dengan sikap yang enak dan  orang yang melakukan gerakan asana, gerakan dipertahankan semampu mungkin. Didalam Asana tidak ada ketegangan. Latihan yang berlebihan akan mengakibatkan luka yang membuat seseorang tidak dapat meneruskan latihan dalam waktu yang lama. Orang tua atau mereka yang tidak terbiasa dengan latihan setiap hari harus berlatih dengan bertahap. Apabila dalam melakukan asana merasa sakit sedikit saja, segeralah berhenti dan rileks sampai sembuh. Apabila asana dilakukan dengan baik, maka di akhir latihan tubuh akan terasa segar, bukannya lelah. Latihan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, hati-hati dan konsisten dalam jangka waktu singkat maka tubuh akan merasakan bertambahnya tenaga, kelenturan dan energi.
            Rsi Patanjali berpendapat bahwa sikap manapun untuk menguasai pikiran, yang tidak terlalu memaksa anggota badan, dan yang dapat dipertahankan cukup lama oleh seorang yogi, adalah baik baginya. Dengan bertolak dari kondisi ini, seorang yogi harus menentukan sendiri  sikap mana yang cocok untuk tujuannya. Jadi tak ada sikap yang diwajibkan dan yang diharuskan bagi semua orang sebagai aturan umum. Seorang yogi harus mengambil keputusan sendiri menurut bentuk tubuhnya, jenis ototnya terutama dalam anggota bawah badan berapa lamanya ia ingin mempertahankan suatu sikap dan faktor-faktor lain yang serupa. Rsi Patanjali memberikan dalam hubungan ini hanya tiga sutra yang selanjutnya disebut Sadhana Pada yaitu :

            Sthira sukham - asanam (Yoga Sutra II. 46)
            Prayatna – Saithilya - ananta samapattibhyam (Yoga Sutra II. 47)
            Tato dvandva – anabhighatah (Yoga Sutra II. 48)
                                                                       
            Rsi Patanjali menganggap tiap asana sebagai sukhasana (asana yang menyenangkan), yang tidak memaksa dan membantu untuk menstabilkan badan dan pikiran. Istilah sthira berarti stabil, tetap, tanpa keragu-raguan, tanpa paksaan, tanpa ketegangan (Yoga Sutra II. 46). Dalam sutra yang berikut istilah itu dijelaskan lebih lanjut sebagai prayatna saithilya yang berarti suatu keadaan atau kondisi yang tidak memerlukan pengerahan kekuatan khusus, badan mengambil sikap tanpa bergerak dan dikuasai penuh (Yoga Sutra II. 47). Kemudian ada dua perkataan lain : Ananta sama pattibhyam yang sering menimbulkan salah faham. Perkataan ini tidak berarti bahwa seorang dapat mengambil sikap-sikap hanya dengan mengamati sikap burung dan binatang lain. Bentuk badan makhluk itu berlainan dan khusus. Manusia adalah manusia dan merak adalah merak.
            Yoga gerak (Yoga Asana) baik pula untuk penyesuaian diri pada perubahan-perubahan lingkungan. Seorang harus bebas dari pengaruh lingkungan, ia harus dapat menahan perubahan hawa yang kadang-kadang panas, dingin, lembab atau kering dan tetap tenang terhadap keadaan dingin dan panas, sakit dan senang. Pasangan-pasangan demikian dikenal sebagai dvandva dan seorang yogin harus tidak menghiraukan pertentangan atau dvanda itu. Pendirian yang acuh tak acuh itu dikenal sebagai dvandva- anabhigata (Yoga Sutra II. 48)
            Latihan asana dapat dilakukan di dalam ruangan yang cukup dengan udara, tetapi tidak boleh ada angin kencang yang langsung menerpa tubuh untuk menghindari ketegangan otot, kekakuan dan rasa tidak enak lainnya disebabkan oleh angin.  Latihan asana juga dapat dilakukan diatas matras atau selimut, tidak diatas lantai. Tempat latihan asana harus rapi dan bersih, bebas dari debu, asap-asap rokok, bebas dari kerikil dan lainnya.
Dalam hubungan ini dikatakan dalam Sruti:
                        Kecerdasan yang membedakan dengan tegas dan budi
                         yang tetap dapat tercapaioleh orang bijaksana yang
melatih dalam gua gunung dan berdekatan dengan sungai dan laut.
Sebelum melakukan latihan Yoga Asana sebaiknya mengambil sikap Pavanamuktasasanas atau disebut dengan pemanasan. Gerakan  Pavanamuktasanas dilakukan selama ± 10 menit. Gerakan yang dilakukan pada saat Pavanamuktasanas seperti menggelengkan kepala, memutar kepala, menarik paha dengan kedua tangan, merentangkan kaki satu persatu, dari gerakan-gerakan pemanasan ini dilakukan dari kepala sampai dengan kaki yang berfungsi sebagai melemaskan bagian tangan,kepala,kaki, pinggang, dan panggul. Gerakan dari Pavanamuktasanas berfungsi untuk melancarkan peredaran darah.

Pose dalam Asana
1.       Pose Berdiri Di Atas Bahu (Sarvanga Asana)
            Untuk latihan asana ini anda berbaring lalu mengangkat pinggang dan menyokongnya dari dengan tangan angkatlah seluruh tubuh dan usahakan lurus, letakkan berat tubuh diatas bahu. Dagu harus menyentuh dada, Jari-jari kaki harus menempel, mata melihat kearah ujung jari kaki, setiap kali sampai lima menit.
2.      Pose Ikan (Matsyamudra Asana)
            Gerakan ini dilakukan dengan cara berbaringlah dalam sikap padmasana. Letakkan puncak kepala ke lantai dan peganglah kedua ibu jari kaki dengan tangan. Latihlah tiga kali. Jangka waktu maksimum untuk berlatih adalah dua setengah menit.
3.       Pose Putaran (Matsyendra Asana)
            Tekan Muladhara  cakra dengan tumit kaki kiri. Silangkan kaki kiri kepaha kanan dan tahanlah. Pegang ibu jari kaki kiri dengan tangan kanan dan tahan. Capailah bagian belakang dari sebelah kiri dengan tangan kiri dan menyentuh pusar. Menengok ke kiri sejauh mungkin. Kemudian tekan Muladhara cakra dengan tumit kiri dan lakukan proses sebaliknya. Ini merupakan satu putaran. Lakukan empat putaran dalam setiap putaran lamanya setengah menit.
4.      Pose Perahu (Dhanur Asana)
            Untuk sikap ini bertiaraplah. Luruskan lengan dan tangan diatas kepala, luruskanlah pula kaki diujung yang bertentangan, kaki menyentuh kaki, lutut menyentuh lutut, tangan menyentuh tangan, badan lurus selururhnya. Kini bawalah lengan dan tangan kebelakang, angkatlah kaki dan peganglah kedua pergelangan kaki setinggi mungkin, pada waktu yang sama bengkokkanlah bagian muka badan, seolah-olah anda ingin menyentuh tapak kaki dengan belakang kepala.
5.       Pose Mencium Kedua Lutut (Pascimottana Asana)
            Berbaring terlentang dan julurkan lengan belakang dekat dengan telinga sambil menghembuskan nafas bangkit dan letakkan muka diantara lutut. Kaki harus tetap lurus. Peganglah kedua ibu jari kaki dan bertahanlah selama 5 sampai 7 detik. Lakukan sambil menarik nafas. Lakukan delapan kali.
6.      Pose Bajak (Hala Asana)
            Lakukanlah pose seperti berdiri diatas bahu (sarvangasana) pelan-pelan tarik kaki ke belakang dan julurkan sejauh mungkin. Biarkan semua jari kaki menyentuh tanah. Tangan diletakkan disisi tubuh seperti pada posisi berbaring. Lamanya seperti dalam sarvanga asana.
7.       Pose Lotus (Padma Asana)
            Silangkan kaki kiri diatas paha kanan dan kaki kanan diatas paha kiri. Usahakan tulang belakang dalam posisi tegak lurus.
8.       Pose Belalang (Salabha Asana)
            Lakukan gerakkan ini dengan berbaring diatas dada. Tarik tangan belakang dengan telapak menghadap keatas. Angkat tubuh dan pinggang, telapak tangan digenggam. Tahan selama setengah menit. Lakukan berulang-ulang.
9.       Pose Kepala Sapi (Gomukha Asana)
            Duduk dan julurkan kaki kedepan. Letakkan kaki kanan diatas pantat kiri, setelah itu letakkan kaki kiri menyilang paha kanan dan letakkan jari-jari kaki diatas pantat kanan. Letakkan tangan kiri pada tulang belakang. Kemudian tangan kanan melalui bahu kanan menggenggam jari tangan kiri. Tahan selama setengah menit. Lakukan hal yang sama dengan kaki kiri dibawah kaki kanan. Ini merupakan putaran. Lakukan empat putaran.

Pranayama
Pranayama terdiri dari 2 buah kata dalam bahasa Sansekrta yaitu prana dan yama. Prana merupakan kekuatan yang sangat penting atau utama yang meliputi seluruh kosmos. Prana berada dalam segala makhluk, ia ada pada batu, serangga, binatang, dan manusia. Meskipun berhubungan dekat dengan udara yang kita hirup, tapi prana sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang sama. Prana lebih halus daripada udara dan dapat diartikan sebagai energi pokok yang ada dalam segala sesuatu di alam semesta ini. Sementara itu, Yama berarti "mengendalikan". Pranayama dapat diartikan sebagai suatu rangkaian teknik yang merangsang dan meningkatkan energi yang sangat penting, pada akhirnya menimbulkan pengendalian yang sempurna pada aliran prana dalam tubuh. (Sarasvati, 2002 : 301)
 Definisi pranayama dalam Yoga Sutra karya Rsi Patanjali adalah "Tasmin sati svasaprasvasayor gativicchedaḥ praayamaḥ" yang bermakna pengaturan nafas atau pengendalian terhadap prana adalah penghentian dari penghirupan dan penghembusan nafas yang mengikuti setelah memastikan teguhnya sikap duduk. Kata svasa berarti menarik nafas, prasvasa berarti penghembusan nafas. Praayama menurut Bhagawad Gita IV. 29 ialahapane juhvati pranam pranam prane panam tatha pare praapagati ruddhva praayamaparayanah" yang berarti ; yang lain mempersembahkan prana (nafas keluar) dan apana ( nafas masuk) dan apana di dalam prana, dan dengan penahanan aliran prana dan apana, diserap dalam pranayama.
            Pranayama hendaknya jangan dianggap sebagai latihan-latihan pernafasan belaka, yang diarahkan pada masuknya oksigen tambahan ke dalam paru-paru, meskipun tentu saja ini merupakan aspek yang sangat bermanfaat. Pranayama menggunakan pernafasan untuk mempengaruhi aliran prana dalam saluran prana (nadi) dari kumpulan kekuatan hidup (pranamaya kosa). Tapi lebih daripada itu, dalam pandangan yoga Pranayama merupakan yadnya yang berharga (persembahan) berupa nafas kepada sang pemberi nafas.
            Secara tradisional, prana dalam tubuh dibagi menjadi lima bagian dasar yang dikenal secara bersama dengan panca prana (lima prana). Panca prana terdiri dari :
  1. Prana
Prana bukan merupakan prana yang menyeluruh tetapiu termasuk bagian tubuh khusus yang terletak pada daerah diantara pangkal tenggorokan dengan bagian atas sekat rongga badan antara dada dan perut. Ini dihubungkan dengan alat-alat pernafasan, alat-alat bicara, dan kerongkongan, bersama dengan otot – otot dan syaraf yang mengaktifkannya. Ini merupakan kekuatan dimana nafas ditarik ke dalam.
  1. Apana
Apana terletak di bawah daerah pusar dan menyediakan energi untuk usus-usus besar, ginjal, dubur, dan alat kelamin. Ia terkait dengan pengeluaran prana tersebut melalui dubur dan hidung serta mulut.
  1. Samana
Samana ini mengenai daerah antara jantung dan pusar. Ini mengaktifkan dan mengatur jaringan pencernaan: hati, usus, pankreas, perut dan semua sekresi yang diberikan. Samana juga mengaktifkan jantung dan sistem peredaran. Ini bertanggung jawab terhadap asimilasi bahan-bahan gizi.
  1. Udana
Tubuh di atas pangkal tenggorokan diatur oleh udana. Dengan demikian mata, hidung, telinga, dan semua alat pañca indera diaktifkan oleh prana ini. Tanpa udāna kita tidak akan mampu berpikir atau mengetahui dunia luar.
  1. Vyana
Kekuatan vital ini meliputi seluruh tubuh. Vyana mengatur dan mengendalikan semua gerakan tubuh dan menyelaraskan kekuatan vital lainnya. Vyana menyerasikan dan mengaktifkan  anggota badan, otot-ototnya yang luar biasa, jaringan pengikat, syaraf, dan persendian. Kekuatan ini juga bertanggung jawab terhadap sikap badan yang tegak. (Sarasvati, 2002 : 303)

Bentuk-bentuk Pranayama
Pranayama dianggap lama atau halus sesuai dengan tiga komponen, yaitu eksternal, internal, dan kemantapan. Proses penahanan nafas dirubah oleh pengaturan dari ruang, waktu dan jumlah. Bila nafas dikeluarkan, itulah adalah recaka, jenis praayama yang pertama. Bila nafas ditarik, ini yang kedua, yang disebut sebagai puraka. Bila ia ditahan, ini merupakan jenis yang ketiga yang disebut kumbhaka. Kumbhaka merupakan penyimpanan atau penahanan nafas, yang dapat meningkatkan periode kehidupan. Ia memperbesar kekuatan spiritual bathin, keberanian dan vitalitas. Bila menahan nafas selama satu menit, satu menit ini ditambahkan pada jangka waktu kehidupan. Para Yogi dengan penarikan nafas pada brahmarandhra puncak kepala dan dengan menjaganya tetap disana, mampu mengalahkan Dewa Yama(dewa kematian), dan dapat menaklukan kematian. Chang Dev yang hidup selama 1400 tahun melakukan olah nafas melalui sistem kumbhaka. Setiap gerakan dalam pranayama ini yaitu : recaka, puraka dan kumbhaka, diatur oleh ruang, waktu dan jumlah. Dengan ruang maksudnya di dalam maupun di luar tubuh dan panjang tertentu dari nafas, dan juga bila prana dilakukan pada bagian tubuh tertentu. Selama penghembusan nafas, jarak hembusan nafas tersebut berbeda-beda bagi masing-masing pribadi. Demikian pula jarak pada waktu melakukan penghirupan nafas. Panjangnya nafas bervariasi sesuai dengan tattva yang meresapinya. Panjang nafas masing – masing adalah 12, 16, 4, 8, 0, lebar jari sesuai denagn tattva-nya, apakah prthivi, apah, teja, vayu ataukah akasa (bumi, air, api, udara, atau ether). Ini akan kembali keluar selama penghembusan nafas dan ke dalam selama penarikan nafas.
            Waktu dalam durasi dari masing-masing hal ini, yang umumnya dihitung dengan matra, yang berhubungan dengan satu detik. Matra berarti ukuran. Dengan waktu juga berarti berapa lama prana harus ditetapkan pada sentra-sentra atau bagian-bagian tertentu. Jumlah mengacu pada jumlah waktu pranayama dilaksanakan. Para murid Yoga secara perlahan harus melakukan sejumlah pranayāma hingga 80 kali dalam waktu satu kali duduk. Dia harus melakukan 4 kali duduk, yaitu di pagi hari, siang, malam dan tengah malam, dan harus melakukan pranayama sebanyak 320 kali secara keseluruhannya. Hasil yang dicapai dalam melakukan pranayama adalah udghaṭa atau pembangkitan kundalini yang sedang tidur. Tujuan pokok pranayama adalah menyatukan prana dengan apaṇa dan membawa penyatuan prāṇāyāma ini secara perlahan naik menuju kepala. Kundalini adalah sumber dari daya – daya occultisme (kekuatan gaib). Pranayama itu panjang atau pendek sesuai dengan periode waktu pelaksanaannya. Ibarat air, yang dituangkan ke dalam panic yang panas, yang mengkerutkan semua sisinya karena mongering, demikian juga halnya dengan udara, yang bergerak keluar masuk berkurang gerakannya dengan usaha penahanan (kumbhaka) yang kuat serta menghentikannya di dalam. Tempat kumbhaka terdiri dari tempat-tempat penarikan dan penghembusan nafas baik internal maupun eksternal yang di pakai bersama- sama, sebab fungsi nafas dapat dilakukan di kedua tempat ini. Spesifikasi dari tiga jenis pengaturan nafas oleh ketiga hal yaitu: waktu, ruang dan jumlah, hanya merupakan pilihan saja. Mengenai pelaksaan yang dilakukan secar kolektif, hai itu tidak dapat dipahami, karena dalam banyak smrti kita hanya mendapatkan uraian tentang spesifikasi dengan mengacu pada penagturan nafas adalah mengenai waktu.
            Yang keempat adalah panahanan prana dengan mengarahkan pada obyek-obyek eksternal maupun internal, “Bāhyābhyantara viṣayākṣepī caturthaḥ” (Yoga Sutra II.51). Pranayama jenis ketiga yang diuraikan dalam sutra 50 dari Yoga Sutra, hanya dilakukan sampai udghta pertama di nilai. Pranayama keempat ini  merupakan kelanjutannya. Ia menyangkut masalah pemusatan prana dalam berbagai macam simpul dan menggunakannya pelan-pelan, setahap demi setahap setingkat demi setingkat menuju padma terakhir di kepala, tempat terjadinya samadhi yang sempurna. Ini merupakan kejadian internal. Secara eksternal ia mempertimbangkan panjangnya nafas sesuai dengan tattva yang umumnya berlaku. Prana dapat diuraikan baik internal maupun eksternal. Dengan penguasaan secara bertahap ketiga jenis pranayama pendahuluan, jenis keempat akan mengikutinya. Pada jenis pranayama yang ketiga, lingkupnya tidak masuk pertimbangan. Penghentian nafas terjadi dengan satu usaha dan kemudian diukur oleh ruang, waktu dan jumlah, sehingga menjadi dirgha (panjang) dan suksma (halus). Bagaimanapun juga, dalam variasi keempat, lingkup penghembusan dan penghirupan nafas dipastikan. Kondisi yang berbeda akan dikuasai kelak. Variasi yang keempat ini tidak dilakukan sekaligus dengan usaha tunggal seperti yang ketiga. Sebaliknya ia akan mencapai keadaan sempurna yang berbeda-beda, sebagaimana yang sedang terjadi. Setelah satu tahap dikuasai, tahap berikutnya dipergunakan dan dilakukan. Kemudaian ia kana terjadi secara berurutan. Yang ketiga tidak didahului dengan pengukuran dan disempurnakan dengan usaha tunggal. Bagaimanapun, yang keempat didahului oeleh pengetahuan tentang pengukuran, dan disempurnakan dengan banyak usaha. Hanya inilah satu-satunya perbedaanyang ada. Kondisi waktu, ruang dan jumlah ini juga sesuai dengan jenis pranayama. Kekuataan gaib tertentu berkembang dengan sendirinya dalam setiap kemajuan.

Pranayama dan  proses kehidupan
Rentang hidup manusia banyak tergantung pada caranya bernafas. Seseorang yang bernafas pendek, cepat menghembuskan nafas mungkin akan berumur lebih pendek daripada orang yang bernafas dengan perlahan dan dalam. Para yogi kuno mengukur rentang hidup seseorang, bukan bertahun-tahun tetapi melalui jumlah nafasnya. Mereka menganggap bahwa setiap orang diberikan jumlah pernafasan tertentu dalam hidupnya, yang berbeda pada setiap orang. Dengan membuat setiap pernafasan lebih panjang, seseorang akan hidup lama. Melalui pernafasan secara mendalam seseorang akan mampu mendapatkan kekuatan hidup yang lebih atau prana dari setiap pernafasan.
Para yogi kuno hidup dalam hutan dan daerah-daerah sepi. Mereka tidak mempunyai tanggung jawab atau gangguan dari luar dan mampu mempelajari binatang-binatang luar secara terperinci. Mereka memperhatikan bahwa binatang-binatang dengan laju pernafasan yang cepat, seperti burung, anjing, kelinci, dan lain-lain, hanya hidup beberapa tahun. Dari pengamatan ini mereka menyadari pentingnya pernafasan yang pelan. Pernafasan secara langsung berhubungan dengan jantung. Pernafasan yang pelan terjadi pada jantung yang berdenyut pelan, dan jantung yang berdenyut pelan mengakibatkan hidup lama.
Bila seseorang mengendalikan nafas atau prana, pikirannya juga terkendalikan. Mereka yang telah mampu mengendalikan pikirannya juga dapat mengendalikan nafasnya. Bila yang satu ditunda, maka yang lainnya juga akan tertunda. Bila pikiran dan prana, keduanya dikendalikan, maka seseorang akan mendapatkan pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian dan mencapai keabadian. Ada hubungan yang erat antara pikiran, prana dan sperma. Bila seseorang mampu mengendalikan energi seminal, pikiran dan prana juga akan ikut terkendalikan. Mereka yang melatih prāṇāyāma akan mempunyai nafsu makan yang baik, penuh keceriaan, sosok yang menawan, tangkas, berani, antusias, kesehatan yang prima dan vitalitas serta konsentrasi pikiran yang baik. Lebih lanjut Svami Sivananda dalam bukunya yang berjudul "The Science of Pranayama" menyatakan bahwa ada suatu hubungan antara nafas, arus syaraf dan pengaturan prana dari dalam atau kekuatan-kekuatan vital. Prana menjadi terlibat pada bidang fisik sebagai gerakan dan tindakan, serta pada bidang mental sebagai pikiran. Pranayama merupakan cara dimana seorang yogi mencoba menyadari tubuhnya yang kecil dengan seluruh kehidupan kosmos, dan mencoba mencapai kesempurnaan dengan mendapatkan seluruh kekuatan semesta.
Pernafasan adalah hal penting,  mengingat manusia tidak dapat hidup tanpa bernafas. Namun sebagian besar dari kita sering bernafas dengan keliru, hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuan paru-paru sehingga nafas kita menjadi pendek. Sains modern mengklasifikasikan proses pernafasan menjadi 2 yaitu pernafasan perut (pernafasan diafragmatik) dan pernafasan dada (pernafasan thorasik) .Dengan menggabungkan jenis–jenis pernafasan ini, adalah mungkin untuk menghirup jumlah udara yang optimal ke dalam paru – paru dan juga menghembuskan sisa udara yang maksimal. Jenis pernafasan ini, yang merupakan cara setiap orang bagaimana seharusnya bernafas, disebut pernafasan sempurna atau yoga. Pernafasan ini dilakukan sebagai berikut: tariklah nafas dengan pertama mengembangkan perut kemudian dada dalam satu gerakan yang pelan dan tenang sampai jumlah udara maksimalditarik ke dalam paru – paru. Hembuskanlah nafas dengan pertama mengendurkan dada kemudian perut. Akhirnya, tekanlah konsentrasi otot – otot perut, sehingga jumlah udara maksimal dihembuskan dari paru – paru. Seluruh gerakan dari perut ke dada dan dari dada ke perut harus sangat halus, hampir seperti  sebuah lambaian. Cara yang sama harus disertakan untuk setiap penghembusan dan penarikan nafas. Pertama – tama, karena kurangnya latihan, harus melakukannya dengan sadar selama beberapa menit setiap hari, tepatnya sebelum memulai prāṇāyāma. Akhirnya, proses tersebut akan menjadi otomatis dan harus dilakukan sepanjang hari. Perubahan pada seluruh kehidupan akan sangat baik untuk dilihat.

SIMPULAN

            Hatha Yoga adalah tahapan awal sebelum menuju tahapan Raja Yoga. Peranan Hatha Yoga lebih menitikberatkan pada olah jasmani (tubuh dan nafas). Hatha Yoga meliputi 4 tahapan yaitu : Yama, Niyama, Asana dan Pranayama.
Yama adalah pengendalian diri tingkat fisik dan psikis (mental) untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yama merupakan perwujudan harmonisasi seorang yogi dengan lingkungan sekitar. Yama meliputi 5 prinsip disiplin yang meliputi : Ahimsa, Satya, Asteya, Brahmacarya dan Aparigraha.
Niyama adalah perwujudan harmonisasi terhadap diri sendiri. Niyama adalah pengendalian diri lanjutan setelah Yama, yang lebih menekankan pada penguasaan dan pengendalian diri yang berimbang antara fisik, psikis (mental) dan spiritual yang lebih mendalam. Yama meliputi 5 prinsip disiplin yang meliputi : Sauca, Santosa, Tapa, Swadhyaya dan Iswarapranidhana.
Asana pada prinsipnya adalah olah gerak (pose) yang dapat memberikan manfaat pada fisik, mental dan spiritual manusia. Dalam tataran fisik, asana menjadikan tubuh lentur dan rileks Dengan melakukan asana yang teratur dan benar, mampu meregenerasi fungsi otot, syaraf dan kelenjar dan memungsikan sesuai dengan fungsinya bagi tubuh.  Manfaat dalam tataran mental adalah asana dapat membuat pikiran menjadi lebih kuat, mampu menahan rasa sakit dan kemalangan/kesulitan, karena pada prinsipnya segala kesulitan bagi seorang Hatha Yogi merupakan batu loncatan untuk menyerpunakan kesehatan mental. Dalam tataran spiritual, asana merupakan pijakan sebelum melakukan disiplin yoga yang lain, karena antara asana dengan tahapan yoga lainya merupakan satu sistem.  
Pranayama dapat diartikan sebagai suatu rangkaian teknik yang merangsang dan meningkatkan energi yang sangat penting. Pranayama mengontrol jalannya nafas menjadi pelan dan halus yang menyebabkan tekanan udara yang mengandung oksigen masuk sedalam-dalamnya, melapisi tubuh secara merata sehingga menjadikan tubuh sehat dan bugar bahkan bisa memperpanjang usia. Pranayama mencakup 3 olah nafas yaitu puraka, recaka dan kumbhaka.    
       
DAFTAR PUSTAKA

Bhasma, Ida Putu dan I Nengah Sudharma. 1993. Materi Pokok Yoga. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha, Universitas Terbuka.
Kamajaya, Gede. 1998. Yoga Kundalini (Cara untuk mencapai siddhi dan moksa). Surabaya : Paramita.
Mantik, Agus. 2007. (Tuntunan Pelaksanaan Pesraman Kilat) Kemah Sadana. Surabaya: Paramita
Pendit, S, Nyoman. 2007. Filsafat Hindu Dharma Sad-Darsana. Pustaka Bali Post. Denpasar.
Musna, I Wayan. 1986. Pengantar Filsafat Hindu Sad Darsana. Denpasar: CV Kayu Mas
Sarasvati, Svami Satya Prakas. (penerjemah; J.B.A.F. Mayor Polak).1979. Patanjali Raja Yoga. Surabaya : Paramita
Sarasvati. Svami Satyananda. 2002. Asana, Pranayama, Mudra, Banda. Surabaya: Paramita
Sunetra, I Made. 2004. Laya Yoga. Surabaya: Paramita
Suka Yasa, I Wayan, dkk. 2006. Yoga Marga Rahayu. Denpasar: Widya Dharma.



0 komentar:

Posting Komentar